Dinsos Jember Serahkan Bayi ke UPT PSAB Dinsos Pemrov Jawa Timur

Plt.Kepala Dinsos Jember Widi Prasetyo saat menyerahkan bayi yang ditemukan warga di kebun tebu kepada Kepala UPT PSAB Dinsos Provinsi Jatim Dwi Antini, Selasa (9/3)

Jember, Bhirawa
Bayi perempuan yang ditemukan di areal kebun tebu di Dusun Sidoreno Desa Wonorejo Kec. Kencong 21 Februari 2021 lalu, diserahkan kepada UPT. Pelayanan Sosial Asuhan Balita (PSAB) Dinas Sosial Pemprov Jatim di Sidoarjo untuk mendapatkan perawatan lebih layak. Bayi perempuan yang telah diberi nama Khaliza Dygta Almahira tersebut diserahkan oleh Plt. Kepala Dinsos Jember Widi Prasetyo kepada petugas UPT. PSAB di kantor Dinsos Jember, Selasa (9/3)

Plt. Dinsos Jember Widi Prasetyo mengatakan, bayi tersebut ditemukan dalam kondisi masih berlumuran darah dengan tali pusar dan ari-ari ditengah kebun tebu oleh warga. Kemudian bayi tersebut dilaporkan ke Polsek Kencong dan dirawat di Puskesmas Kencong.” Setelah dirawat selama dua hari, berat badan bayi menurun dari 2 kg menjadi 1,9 kg dan kondisi kulitnya kuning. Setelah dilaporkan ke Dinsos Jember, akhirnya bayi tersebut dirujuk ke RS.Subandi Jember untuk mendapatkan perawatan maksimal,” kata Widi kemarin.

Kemudian lanjut Widi, tanggal 4 Maret kemarin, pihaknya mendapat kabar kalau kondisi bayi tersebut membaik dan bisa dibawa pulang.” Setelah koordinasi dengan UPT. PSAB, hari ini kita serahkan bayi tersebut. Selanjutnya perawatan dan proses adopsi merupakan kewenangan UPT. PSAB,” ungkapnya pula.

Kepala UPT. PSAB Dinsos Pemprov Jatim Dwi Antini mengatakan bayi tersebut akan dirawat dan dilihat perkembangan kesehatannya secara rutin.” Mudah-mudahan tidak ada kendala (kesehatan). Karena ini masih kasus, siapa tahun dalam perjalannya nanti, orang tuanya (pelaku) ketemu dan keluarga besarnya mau merawat, kita serahkan. Kami akan merawat dan berupaya agar mereka punya orang tua meskipun orang tua asuh,” kata Antini kemarin.

Ia mengaku, lembaganya kini merawat 53 bayi / anak yang kasusnya serupa (ditelantarkan) oleh orang tuanya. Dari jumlah itu, sekitar 12 anak yang mengalami gangguan kesehatan. Seperti hydrocapalus, bibir sumbing, autis, berkebutuhan khusus dan sebagainya.” Bagi yang mengalami gangguan kesehatan, kita lakukan perawatan secara rutin dan mereka tidak mungkin kita lepaskan (diadop) kepada calon orang tua asuh. Sehingga kita mencari rujukan, dan sudah ada tempat untuk merawat anak yang sejak bayi mengalami gangguan kesehatan,” terangnya pula.

Antini mengaku, hingga saat ini sudah ribuan keluarga yang mengajukan diri menjadi orang tua asuh. Namun dalam proses adopsi, harus ada persyaratan yang harus dipenuhi secara administratif. Seperti menikah minimal 5 tahun, tidak punya keturunan atau punya 1 anak, usia 30-55 tahun, mampu secara ekonomi, pernyataan memberikan pendidikan layak, asuransi, surat keterangan (suket) dokter kandungan, suket dari dokter jiwa (psikiater), suket bebas narkoba, SKCK, dan surat persetujuan dari orang tua si calon yang akan mengadopsi.

” Setelah melengkapi semua persyaratan secara administrasi, kita melakukan crossceck lapangan untuk melihat kondisi calon orang tua apakah sesuai dengan persyaratan yang telah diajukan. Jika tidak sesuai, kita coret. Kalau sesuai, baru kita lepaskan. Ada ribuan calon orang tua angkat yang sudah mengajukan ke lembaga kami. Padahal setiap tahunnya, hanya 2 kali (tiap semester) melepas, itupun jumlahnya 24 – 25 anak atau bayi. Dalam proses adopsi, semuanya dilakukan secara gratis asal semua persyaratan terpenuhi,” tegasnya.(efi)

Tags: