Dinsos Kota Mojokerto Tampilkan Fashion Show Kaum Difabel

Kadinsos Sri Mudjiwati diantara para difabel yang menang lomba fashion show peringatan HDI, Senin (11/12). [kariyadi/bhirawa]

(Peringati Hari Disabilitas Internasional)
Kota Mojokerto, Bhirawa
Dinas Sosial (Dinsos) Kota Mojokerto mengumpulkan puluhan kaum Difabel di Gedung Olahraga dan Seni Kota Mojokerto, Senin (11/12).
Mereka yang terdiri dari berbagai penyandang kekurangan itu berkumpul memperingati
Hari Disabilitas Internasional (HDI) tahun 2017 di Kota Mojokerto. Aneka kegiatan yang ditampiilkan diantaranya para berbagai kaum digabel melakukan kreatifitas. Antara lain fashion show, melukis dan menyanyi hingga berpuisi.
Dari pantauan di lokasi acara, para difabel tampil menari fashion show dan berbagai atraksi seni lainnya, mereka tampak ceria, lincah dan nyaris tak terlihat keterbatasan mereka.
“Ini bentuk penghargaan kita kepada para difabel, dengan tampil seperti ini mereka para difabel akan bisa mandiri, ini sesuai dengan tema peringatan Hari Difabelitas Internasional, ” ujar Drg Hj Sri Mudjiwati, Kepala Dinas Sosial Kota Mojokerto ditemui di lokasi acara.
Selain menampilkan berbagai kreatifitas, Dinsos juga menyerahkan bantuan kepada penyandang Difabel berat berupa uang tunai dan kursi roda.
“Berbagai ketrampilan juga kita beriian, tujuannya hanya ingin melihat mereka mandiri dan hidup dengan layak di masyarakat, ” tambah Sri Mudjiwati.
Sementara itu, Dinda siswi SMA SLB Pertiwi yang menyandang tuna rungu tampil dengan sempurna, melenggak-lenggok di karpet merah dengan senyum cantiknya yang dibalut busana warna emas, tampil cantik bersama empat temannya yang juga penyandang disabilitas.
Apriliana Dwi, Guru tari, rias dan ketrampilan di SMA SLB Pertiwi mengaku siswinya mempunyai semangat yang tinggi, dan sudah menguasai berbagai ketrampilan.
“Mereka bisa merias sendiri, sebagian sudah mampu merancang busana sendiri dan mampu mengembangkannya.” terangnya.
Menurut Apriliana, ada 30 siswa yang diajari kreatifitas dan mereka butuh dukungan dari masyarakat. “Mereka terkadang minder, jadi sangat butuh dukungan dari masyarakat.” Tambahnya.
Mengenai tingkat kesulitan mengajari para penyandang disabilitas, sebagian besar memang pada komunikasi, khusunya pada tuna rungu yang harus menggunakan bahasa isyarat.
“Mereka ini tidak bisa mendengar musik, sehingga kita pakai kode bahasa isyarat yang terkadang tempo gerakannya tidak sesuai musik, antisipasinya ya kita memakai yang minim hentakan agar kelihatan lebih sempurna.” Terangnya.
Meski mereka difabel, tapi mereka juga manusia yang punya perasaan dan cita-cita. “Mereka ingin bisa berkarya dan mandiri, untuk mewujudkannya tentu perlu dukungan dari semua pihak, termasuk keluarga dan masyarakat di sekitarnya.” tandasnya. [kar]

Tags: