Dipercaya Mampu Tingkatkan Stamina karena Kaya Protein

01-feature Enthung Jati 1Mungkin sebagian besar masyarakat merasa geli serta tidak nyaman ketika melihat kepompong dan ulat, apalagi jika sampai dimakan. Akan tetapi hal ini berbeda dengan sebagian masyarakat yang berdomisili di sekitar hutan, utamanya di area Perhutani Kabupaten Tuban.

                      Khoirul Huda, Tuban

Pada awal musim penghujan seperti saat ini, keberadaan kepompong dan ulat pohon Jati menjadi berkah tersendiri bagi warga Tuban yang tinggal di sekitar hutan. Pasalnya selain bisa untuk ganti lauk, kepompong dan ulat pohon Jati bisa dijual kepada masyarakat yang juga gemar mengonsumsi kuliner yang dianggap ekstrim bagi warga daerah lain.
“Lumayan bisa mengurangi jatah beli ikan, kalau nggak habis kepompong dan ulat pohon Jati ini juga bisa dijual,” kata Sabin salah satu warga Desa Guwoterus, Kecamatan Montong, Minggu  (28/12).
Hutan Jati yang semula kering di musim kemarau, pada saat awal musim penghujan kembali menjadi rindang. Lebatnya daun Jati yang masih muda menjadi makanan jutaan ulat Jati yang kini sudah mulai menjadi kepompong.
Pada saat musim seperti inilah, warga yang tinggal tidak jauh dari hutan Jati mulai berburu kepompong maupun ulat Jati untuk dijadikan makanan atau kudapan yang lezat. Warga yang berprofesi sebagai petani memanfaatkan kesempatan tersebut untuk berburu ulat maupun kepompong yang bersembunyi di bawah daun  Jati yang jatuh ke tanah. Daun-daun Jati menjadi tempat singgah dan makan ulat. Warga berburu di bawah pohon Jati. Mereka memilah-milah antara tanah dan dedaunan untuk menemukan buruanya. Ketekunan dan kejelian sangat diperlukan dalam perburuan ini. Karena ulat ukuran kecil dan kepompong yang nyaris sama warnanya dengan tanah menjadi tantangan bagi warga untuk menemukannya.  “Rasanya enak dan gurih kepompong atau ulat pohon Jati ini,” terang Sabin.
Aktivitas serupa juga dilakukan warga sekitar kawasan hutan Jati perbukitan kapur di sejumlah kecamatan lainnya. Di antaranya Kecamatan Merakurak, Semanding, Grabagan dan Kecamatan Parengan. Dalam sehari-harinya warga bisa mengumpulkan dua kilogram hingga lima kilogram ulat bercampur kepompong daun Jati.
“Untuk satu mangkuk penuh berisi ulat dan kepompong seberat setengah kilogram bisa dijual dengan harga Rp 25 ribu,” kata Kasuri pemburu kepompong ulat Jati  yang lain.
Kasuri juga memberikan tip agar tidak alergi saat makan ulat dan kepompong daun Jati. Menurutnya sebelum dimasak, ulat harus dicuci sampai bersih untuk menghilangkan kotoran dan tanah yang menempel. Setelah dicampur bumbu lalu digoreng sesuai selera atau setengah matang.
Ulat dan kepompong yang usai digoreng siap disantap bersama sepiring nasi hangat. Menu tidak lazim ini memiliki rasa unik sedikit kenyal dan gurih-manis di lidah. Selain itu, warga meyakini ulat dan kepompong daun Jati bisa menjadi suplemen penambah stamina, karena mengandung protein tinggi.
“Tapi jangan banyak-banyak, nanti biduren (alergi), kalau tidak biasa makan enthung (kepompong, red). Makan secukupnya saja,” Pungkas Kasuri. *

Keterangan Foto : Sebagian warga di Desa Guwoterus Kecamatan Montong Kabupaten Tuban saat berburu enthung (kepompong) dan ulat pohon Jati. [khoirul huda/bhirawa]

Tags: