Diperkosa Bapak dan Guru Agama, Siswi SD Hamil Lima Bulan

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Hamil di luar nikah tidak selalu dampak dari kenakalan remaja dan pergaulan bebas. Kenyataannya, salah seorang pelajar di Surabaya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) kelas 6 sudah mengandung jabang bayi berusia lima bulan. Nasib malang itu kian miris terdengar setelah diketahui orang yang menghamilinya adalah bapak dan guru agamanya di sekolah.
Permasalahan tersebut kini tengah ditangani Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur. Ketua Divisi Riset dan Data LPA Jatim Isa Ansori membeberkan adanya kasus tersebut. Kondisi anak yang terguncang dan takut menjadi alasan korban untuk mengajukan perlindungan. Alih-alih dapat fokus terhadap persiapan Ujian Sekolah (US) pada 2015 mendatang, korban berinisial M ini justru terancam dikeluarkan dari sekolah.
“Siswi ini adalah siswa SD di Kota Surabaya tepatnya di kawasan Perak. Kini dia sedang hamil lima bulan dan belum ditangani oleh Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya. Makanya pihak keluarga melaporkan ke kami,” tutur Isa saat dikonfirmasi, Rabu (22/10).
Berdasarkan keterangan yang dihimpun dari korban, siswi mengalami pelecehan seksual yang dilakukan oleh bapaknya sendiri. Tidak hanya itu, siswi tersebut juga sempat disetubuhi oleh guru agamanya di sekolah tersebut.  Permasalahan yang menimpa siswi ini memang cukup kompleks. Isa menyebutkan, M berasal dari keluarga broken home. Hal ini sempat berdampak terhadap perkembangan akademik M, hingga pernah tidak naik kelas. Persoalan ini pula yang membuatnya menjadi tertutup dan tidak mampu berkomunikasi dengan lancar.
“Perkembangannya dalam hal akademik menjadi agak lambat. Usianya sekarang saja sudah 14 tahun. Seharusnya yang paling berperan dan dekat dengan siswi ini adalah gurunya di sekolah,” ujarnya. Padahal, kata Isa, dalam kondisi semacam ini guru seharusnya punya peran penting untuk mendampingi siswa. Bukan hanya menjalin kedekatan sebatas komunikasi akademik saja, melainkan juga kedekatan personal ketika siswi terkena masalah.
Dalam penanganan kasus ini, Isa menilai Dindik kurang tanggap. Sebab, selain tidak ada pendampingan khusus, siswi tersebut bahkan sudah tidak sekolah beberapa bulan. Karena itu pihak LPA akhirnya mencoba berkomunikasi dengan Bapemas. “Alhamdulillah sekolah akhirnya menunjukkan sinyal positif, akan tetapi korban ini tetap tidak bisa sekolah sebagaimana biasanya. Dia ditempatkan di shelter khusus agar tetap bisa belajar. Tapi itu pun milik swasta bukan dari Pemkot Surabaya,” tandas Isa.
Karena ditempatkan di shelter swasta tentu saja mempunyai keterbatasan. Meski sudah ada psikolog yang mendampingi siswi ini, Isa berharap ada bantuan lagi dari Pemkot Surabaya untuk mendukung penanganan siswi yang masih di bawah umur ini. Selain itu, Isa juga berharap agar Dindik mau menjamin anak dapat tetap dapat mengikuti US pada tahun depan.
Sementara itu salah seorang relawan Komunitas Tolong Menolong Daniel Rorong yang juga tengah mendampingi M menuturkan, kondisi M kini sudah membaik dan ditangani oleh pihak yang berkompeten. Kasusnya juga sudah dibawa ke kepolisian untuk diproses hukum. “Ada indikasi kalau bapaknya memaksa M untuk mengakui bahwa yang menghamili dirinya adalah guru agamanya. Tapi ini masih dalam penanganan,” imbunnya.
Terkait pembelajaran di shelter khusus, Daniel menganggap itu adalah solusi yang terbaik. Karena M bisa tetap belajar tanpa kehilangan hak pendidikannya sebagai anak yang masih terkena wajib belajar 12 tahun.
Dikonfirmasi terpisah, Kabid Pendidikan Dasar Dindik Surabaya Eko Prasetyoningsih menuturkan, pihaknya belum menerima laporan apapun terkait siswi tersebut. Akan tetapi terkait kasus kekerasan seksual dan permasalahan anak sekolah, Dindik sejauh ini tidak tinggal diam. Sebab, Dindik kini juga tengah intensif mengembangkan program preventif terhadap kasus semacam ini.
“Kalau jenjang SMP, dan SMA kami sudah ada konselor sebaya yang mengupayakan anak-anak bisa mengonsultasikan masalah dengan kawannya sendiri yang seumuran agar tidak canggung. Sedangkan untuk jenjang SD, karena dianggap belum cukup umur, maka konselornya adalah guru kelasnya,” ujar Eko.
Meski belum ada laporan, pihak Dindik akan segera melakukan kroscek terkait hal ini. “Kalau belum ada laporan yang masuk, Dindik belum bisa melakukan tindakan apapun,” pungkas dia. [tam]

Tags: