Disbudpar Lakukan Kaderisasi Seni Budaya Reog

5-Reog-1-Ach-1Sidoarjo, Bhirawa
Untuk melestarikan seni budaya Reog Ponorogo agar tak punah, beberapa warga telah peduli merawat kesenian asli Ponorogo itu tidak hilang di masyarakat, bahkan lebih berkembang. Seperti yang dilakukan kelompok kesenian Reog Ponorogo ‘Singo Menggolo’ dari Sidoarjo ini.
Kesenian Reog Ponorogo yang digelar Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi (Disbudpar) Jatim di Halaman UPT Museum Negeri Mpu Tantular Jatim di Jl Raya Buduran, Sidoarjo dalam rangka ikut menyemarakan ‘Pameran Nasional Pesona Ragam Hias Kain Tradisional Nusantara 2014’ yang diikuti 34 museum se Indonesia, mulai Senin 16-20 Juni 2014.
Kesenian tradisional Reog Ponorogo ‘Singo Menggolo’ ini dimainkan sebagian warga asli Sidoarjo. Yakni dimainkan awak dari keluarga Kepolisian Polres Sidoarjo, dan ternyata telah menciptakan genarsi penerus yang cukup baik. Mulai tarian Jaran Kepang/Kuda Lumping hingga Reog ‘kecil’ merupakan dari anak-anak turun mereka atau dari keluarga mereka semua. Permainannya cukup baik, atraksinya sering memukau para penonton.
Jajaran awak seni Reog Ponorogo yang dimainkan para awak dari anggota-anggota Kepolisian Polres Sidoarjo merasa sangat berterima kasih kepada Museum Negeri Mpu Tantular. Khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jatim. Karena terus setia menghidupkan kembali kesenian-kesenian tradisional yang telah sepi peminatnya.
Ketua Paguyuban seni tradisional Reog Ponorogo ‘Singo Menggola’ dari Sidoarjo, AKP Samsul Huda SH yang sebagai Humas Polres Sidoarjo usai menggelar kesenian Reog Ponorogo, mengaku kalau pihaknya sangat apresiasi dengan Museum Tantular. Karena setiap bulan selalu menggelar kesenian-kesenian tradisional yang hampir punah. ”Saya belum tahu ada museum yang melakukan seperti ini. Yaitu menggelar koleksi-koleksinya, khususnya seni tradisional setiap bulan,” akunya.
Samsul Huda yang warga asli Ponorogo tak merasa sakit hati kepada orang-orang yang tak bertanggungjawab tiba-tiba mengklaimnya. Begitu juga kepada para pengamat yang hanya ngomong sana-ngomong sini tetapi tak mau bertindak. ”Saya lebih baik berdiam diri, walaupun sakit hati, tetapi bertindak seperti ini,” katanya.
Menurutnya, mereka yang terlibat di reog seperti ini, khususnya untuk anggota Kepolisiannya tak terlalu banyak, hanya sekitar 10% saja. Terbanyak mereka-mereka yang pengangguran tak punya pekerjaan tetap. ”Kalau ada tanggapan seperti ini mereka sangat senang sekali,” tegas mantan Waka Polsek Buduran ini.
Selain itu, untuk mencari generasi muda juga sangat sulit sekali. Jadi mereka yang masih mau peduli terhadap pengembangan kesenian seperti ini, ya putra-putri dari mereka sendiri. Sementara untuk merekrut orang lain masih sangat sulit. ”Makanya dengan digelarnya kesenian reog oleh museum ini, saya sangat apresiasi dan berterima kasih sekali,” ujarnya.
Sebenarnya, menurut Samsul, kesenian reog ini sudah mendunia, para grup-grupnya juga sudah banyak, tetapi yang nanggap ini yang tak ada, alias sepi. Pembinaan dari pemerintah sendiri juga masih kurang. Saya berharap, mungkin pada setiap ada kegiatan di kecamatan atau Pemda kesenian reog ini bisa desisipkan disitu.
Dengan seringnya tampil, para penontonnya juga cukup banyak seperti ini akan membuat mereka simpati dan tertarik untuk mempelarinya. ”Kalau mereka sudah tertarik, kita tinggal mengarahkan dan membina saja. Apalagi kalau di Sidoarjo ini ada tempat khusus untuk para seniman-seniman seperti di Surabaya itu. Saya yakin pasti sangat maju,” harap Samsul Huda. [ach]

Keterangan Foto: Anak-anak generasi penerus kesenian tradisional sedang mendapatkan wejangan di tengah-tengah pagelaran. Ucapan yang polos membuat tawaan para penonton. [achmad suprayogi/bhirawa]

Tags: