Disbudpar Minta Maaf, Minta Rekonstruksi Kembali Bangunan Seperti Semula

Desain awal rencana renovasi rumah Radio Bung Tomo.

Desain awal rencana renovasi rumah Radio Bung Tomo.

Pemkot, Bhirawa
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Surabaya Wiwiek Widayati meminta maaf kepada seluruh warga Kota Surabaya terkait dirobohkannya rumah radio perjuangan Bung Tomo oleh pemiliknya. Untuk itu Disbudpar akan tetap melakukan upaya pelestarian terhadap bangunan cagar budaya di Jalan Mawar Nomor 10 pasca pembongkaran pada 3 Mei 2016 lalu.
Upaya pelestarian tersebut di antaranya melakukan koordinasi dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan guna melakukan pendataan terhadap sisa-sisa bangunan rumah eks radio perjuangan Bung Tomo yang dibongkar tersebut. Disbudpar bersama BPCB Trowulan telah melakukan identifikasi bagaimana penyusunan batu-bata dan sebagainya untuk kemudian direkonstruksi ulang sesuai wujud bangunan asalnya. BPCB Trowulan bekerja sampai Kamis dan Disbupar kini masih menunggu laporannya.
“Setelah itu, kami berkomunikasi intens dengan pemilik untuk upaya mengembalikan  bangunan ini ke bentuk semula dan agar mereka mematuhi arahan kami. Harapan kami mereka kooperatif. Selain itu, kami juga melakukan upaya lain dengan memberi tetenger (penanda) bahwa di area tersebut dulunya pernah menjadi lokasi perjuangan Bung Tomo dan Arek-Arek Suroboyo,” tegas Kepala Disbudpar Kota Surabaya Wiwiek Widayati dalam jumpa pers di kantor Bagian Humas Kota Surabaya, Senin (9/5) sore.
Terkait pembongkaran bangunan cagar budaya tersebut, Wiwiek menjelaskan bahwa bangunan di Jalan Mawar 10 tersebut telah ditetapkan sebagai cagar budaya. Pemkot Surabaya juga telah memberi tetenger (penanda). Bahkan ada dua penanda berupa plakat dan papan bahwa bangunan di Jalan Mawar tersebut adalah bangunan cagar budaya melalui Surat Keputusan Wali Kota Surabaya pada 1996 silam.
Kemudian, pada 20 Februari 2016, dilakukan permohonan oleh pihak pemilik (bapak Amin), dalam hal ini anak pemilik untuk melakukan renovasi bangunan tersebut. Lalu pada 14 Maret, turun rekomendasi dari Disbudpar dengan posisi merenovasi. Sampai kemudian, pembongkaran dilakukan pada 3 Mei lalu. “Pada 3 Mei itu kami langsung ke lapangan. Kami keluarkan surat peringatan kepada pemilik untuk menegaskan kembali bahwa bangunan itu adalah cagar budaya sesuai SK Wali Kota Surabaya pada 1996 ,” tegas Wiwik Widayati.
Disbudpar kemudian meminta agar pengerjaan di lapangan dihentikan. Juga menandai dengan  garis penanda Satpol PP Kota Surabaya (Satpol PP line) seperti halnya garis polisi (police line). Termasuk juga melakukan penyegelan.
“Itu langkah-langkah awal yang kami lakukan. Dan kami menggelar jumpa pers ini juga agar informasinya tidak simpang siur. Kami juga menyampaikan permohonan maaf bila ada statement kami yang kurang berkenan,” sambung dia.
Terkait pengawasan, Wiwiek menegaskan bahwa instansinya sebenarnya telah melakukan berbagai upaya pengawasan. Semisal ketika ada pemilik bangunan cagar budaya melakukan permohonan renovasi, Disbudpar menyampaikan penjelasan dan arahan untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak diperbolehkan. Lalu, ketika menempatkan plakat penanda, itu juga merupakan upaya untuk memberikan penekanan bahwa bangunan itu termasuk cagar budaya. “Kami juga aktif berkeliling untuk melakukan pengawasan,” sambung dia.
Wiwiek juga menyebut bahwa kejadian ini akan membuat pihaknya lebih meningkatkan pengawasan terhadap bangunan cagar budaya yang ada di Surabaya. Seandainya sistem pengawasan yang telah terbangun ternyata ada celah, akan lebih dimaksimalkan. “Kita belajar bersama. Kami akan lebih meningkatkan pengawasan. Informasi tentang bangunan cagar budaya juga akan kita share supaya instasi terkait juga bisa satu frame dan koordinasinya bisa lebih kuat lagi,” sambung dia. [dre]

Tags: