Disbun Jamin Tak Berdampak pada Petani Tembakau

Pemprov Jatim, Bhirawa
PT H.M Sampoerna menutup dua pabrik Sigaret Kretek Tangan (SKT) di Jember dan Lumajang,  menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi 4.900 karyawan. Aksi korporasi itu diyakini Pemprov Jatim melalui Dinas Perkebunan (Disbun) Jatim tidak akan berdampak pada serapan produk tembakau petani rakyat.
Kepala Disbun Jatim, Ir Samsul Arifien MMA mengatakan, impor bahan baku rokok pabrik-pabrik besar sangat tinggi. Ini menandakan pasokan dari dalam negeri sampai sekarang belum mencukupi, dan pasar masih sangat potensial untuk berkembang di masa mendatang.
Ia menjelaskan, kebutuhan tembakau di Indonesia sangat tinggi kisaran 300 ribu ton. Namun Indonesia masih bisa memproduksi sekitar 180-200 ribu ton. “Sehingga masih membutuhkan impor antara 80-100 ribu ton,” katanya ketika ditemui di kantornya, Senin (19/5).
Menurutnya, pabrik yang masih ada saat ini, mereka masih bisa menyerap dari produksi petani tembakau. Namun, petani tembakau harus bisa menjaga kualitas tembakau untuk bisa terima pabrik rokok. “Jadi petani tidak perlu risau. Kami menjamin pabrik rokok masih mau menerima tembakau mereka. Asalkan kualitas tetap dijaga,” ujarnya.
Ia menambahkan, ancaman lebih nyata bagi petani tembakau adalah tanda-tanda akan terjadi ancaman iklim seperti el-nino hingga akhir tahun nanti. Sehingga nantinya memerlukan penyuluhan terhadap para petani mengatasi hal itu.
Lebih lanjut, samsul memaparkan, prosentase produksi rokok putih lebih rendah sekitar 8 persen daripada rokok kretek sebesar 92 persen. Pada tahun 2013, jumlah produksi rokok mencapai 340 milyar batang dan 2014 diperkirakan mencapai 360 miliyar batang.
Untuk rokok kretek, masih terbagi menjadi dua yaitu SKT (sigaret kretek tangan) dengan besaran 28 persen dan SPM (sigaret kretek mesin) 72 persen. Dari kondisi tersebut, kini terjadi perubahan animo perokok lebih condong ke SKM, sehingga persentase melonjak. “Biasanya SKM dinikmati perokok yang berusia muda, sedangkan SKT dinikmati usia lanjut,” ujarnya.
Di sisi lain, Komunitas Kretek yang mengadvokasi buruh dan petani tembakau tidak yakin penutupan pabrik SKT Sampoerna terjadi bila perusahaan itu masih dikelola oleh manajemen lama.
Saat ini, perusahaan rokok ketiga terbesar di Tanah Air tersebut dikelola oleh Konsorsium Phillip Morris asal Amerika Serikat. “Ketika HM Sampoerna menutup pabriknya karena memang mereka tidak lagi punya passion dengan kretek. Sebab kalau mereka ingat, berkat kretek konvensional itulah cikal bakal Sampoerna. Ini terjadi setelah perusahaan itu di-take over perusahaan asing,” kata Kepala Divisi Hukum Komunitas Kretek Daru Supriyono.  [rac]

Tags: