Disbun Prediksi Sisa 200 Ribu Ton Gula Terserap

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemprov, Bhirawa
Dinas Perkebunan (Disbun) Jatim mencatat masih adanya penumpukan sisa stok gula yang hingga kini belum laku terjual sekitar 200 ribu ton. Meskipun jelang akhir tahun ini, 31 pabrik gula (PG) di Jawa Timur sudah mengakhiri masa giling tebu.
“Awalnya stok gula petani Jatim yang masih menumpuk ada 900 ribu ton. Tapi sebagian besar telah laku terjual sebanyak 700 ribu ton dan hanya tersisa 200 ribu ton. Namun seluruhnya sekarang masih menumpuk di gudang dan yang telah laku terjual juga masih belum dikirim,” kata Kepala Disbun Jatim, Moch Samsul Arifien, Selasa (16/12).
Stok gula 900 ribu ton tersebut, kata Samsul, saat ini tidak bisa tertampung di gudang PG sehingga ada yang sampai harus menyewa gudang untuk menyimpan. Diperkirakannya, seluruh stok gula Jatim itu sudah habis terjual pada Januari mendatang dan telah dikrim ke berbagai daerah.
Tahun ini, Samsul juga optimistis terhadap produksi gula Jatim yang mampu mencapai angka 1,3 juta ton. Dari jumlah itu, kebutuhan konsumsi masyarakat Jatim sebanyak 450 ribu ton, pasar wilayah Indonesia Timur sebanyak 600 ribu ton, dan sisanya untuk Jawa tengah 150 ribu ton, serta Jawa Barat 100 ribu ton.
Disisi lain, ia mengharapkan, meskipun gula rafinasi masih beredar di wilayah Indonesia Timur tidak akan mengganggu peredaran gula dari Jatim. “Tidak mungkin gula dari Jatim tidak terserap banyak. Sebab, produksi gula Jatim untuk konsumsi Indonesia Timur. Jika mereka tidak membeli gula dari Jatim ini, maka diperkirakan mereka masih menggunakan gula rafinasi dengan harga murah,” katanya.
Samsul juga mengatakan, sisa stok gula nantinya tetap akan terserap atau terjual masih terdapat kendala, seperti harga gula kristal putih milik petani cukup rendah. Dari HPP kementerian perdagangan yang ditetapkan Agustus lalu sebesar Rp 8.500 per kilogram hingga kini belum tercapai. “Kenyataannya harga lelang gula hanya Rp 7.700 dan tertinggi Rp 8.000 per kg,” ujarnya.
Dari perolehan harga lelang itu, lanjutnya, diketahui petani memang mengalami kerugian. Disisi lain, jika berdasarkan usulan Asosiasi Petani tebu Rakyat Indonesia, sebenarnya HPP gula tersebut idealnya sebesar Rp 11.000, sesuai Dewan Gula Rp 9.500 dan sesuai HPP Rp 8.500. Jika lelang di bawah HPP maka petani yang menanggung beban kerugian.
“Petani kita tidak bisa menahan stok gula miliknya terlalu lama karena masih banyak tanggungan pinjaman bank dan bunganya yang harus dibayar. Walau harga lelang rendah mereka berspekulasi tetap menjual walau diprediksi harga mulai sesuai HPP pada Februari 2015 mendatang. Petani butuh uang cepat,” tandasnya. [rac]

Tags: