Disebut Jadi Sumber Usulan Penurunan Pajak Hiburan, BPP Sebut Tak Berdasar

DPRD Surabaya,Bhirawa
Polemik usulan penurunan ajak Hiburan memasuki babak baru. Tudingan Sekretaris Pansus Pajak Daerah, Adis Sutarwijono bahwa usulan penurunan Pajak Hiburan terkait dengan Perda Pajak Daring (pajak Online,red) yang berasal dari Badan Pembuat Perda (BPP), ditolak mentah oleh ketua BPP M.Machmud.
“Kalau ada kabar bahwa penurunan pajak hiburan berasal dari produk yang dihasilkan BPP yakni Perda Daring (dalam jaringan) atau online itu tidak benar, itu salah menafsirkan saja,” kata Ketua BPP, M Machmud, kepada , Kamis (13/7).
Menurut dia, Komisi A saat ini sedang mengerjakan pansus revisi Perda Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah, sedangkan Perda Daring merupakan usulan komisi B yang dijadikan perda inisiatif DPRD Surabaya yang kemudian dibahas BPP dan sudah jadi Perda Nomor 1 Tahun 2017.
“Tapi yang dipermasalahkan dalam Perda Daring terkait Penurunan Pajak hiburan di, pasal berapa,” katanya.
Hal ini dikarenakan dalam perda daring itu terdapat beberapa bagian meliputi pajak hiburan, parkir, hotel dan restoran. “Jadi harus jelas, yang dimaksud perunan pajak hiburan yang mana,” katanya.
Sebelumnya Sekretaris Pansus Revisi Pajak Daerah DPRD Surabaya Adi Sutarwijono sebelumnya mengatakan adanya usulan penurunan pajak hiburan berasal dari Perda Pajak Daring yang dibahas Badan Pembuat Perda (BPP).
“Itu bukan usulan kami. Apalagi usulan Raperda ini disusun sejak tahun 2015,” katanya.
Ia menegaskan bahwa pembahasan Rapeda Pajak Daerah ini semangatnya justru untuk semakin mendorong pertumbuhan ekonomi. Dasar pembahasannya adalah hasil pajak yang diterima yang proyeksikan selama 2-4 tahun terakhir dan ini per item jadi bisa naik dan turun.
“Secara pribadi saya berpendapat bahwa pajak untuk RHU itu seharusnya tetap atau dinaikkan, dengan maksud agar lokasi hiburan itu hanya untuk mereka yang benar-benar butuh rekreasi dan mampu, karena biayanya pasti mahal, tetapi sekali lagi, ini pendapat pribadi saya karena Pansus masih bekerja dan belum ber-statemen,” ujarnya.
Ia menjabarkan jika ada beberapa aspek yang mendasar bagi pansus untuk melakukan pembahasan Raperda Pajak Daerah yakni, aspek proyeksi dan realisasi penerimanaan pajak selama 3-4 tahun terakhir.
“Apakah bersifat mendukung atau justru membebani kegiatan ekonomi kreatif atau UMKM. Selain itu juga mempertimbangkan aspek moralitas masyarakat,  mempertimbangkan beban ekonomi masyarakat,” katanya.
Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan ( Dispenda) Surabaya Yusron Sumartono saat dikonfirmasi wartwan mengatakan bahwa angka yang muncul dalam draf revisi Raperda Pajak Daerah itu bukan berasal dari pihaknya, melainkan muncul dalam draf Perda Pajak Dalam Jaringan (daring).
Yusron mengaku tidak tahu dasar perhitungan penurunan pajak tersebut. Apalagi, target utama dari pembahasan perubahan perda sebenarnya adalah meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Ia hanya menegaskan bahwa hal itu merupakan inisiasi DPRD Surabaya.
Rencana penurunan pajak Rumah Hiburan Umum (RHU) terus mendapat penolakan. Terbaru, penolakan disampaikan Ketua Komisi B (perekonomian) DPRD Surabaya, Mazlan Mansyur.
Mazlan menegaskan, sebagai komisi yang salah satu tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) mengawasi masalah pendapatan dirinya tidak sepakat dengan rencana penurunan pajak tersebut.
“Sekarang saja pajaknya masih banyak kebocoran, kok malah mau diturunkan. Ini kan aneh,” tegas Mazlan Mansyur, Kamis (13/7).
Mazlan mengingatkan, penurunan pajak RHU akan berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam APBD Kota Surabaya. Padahal pajak dari sektor tersebut selama ini tidak bisa disentuh sepenuhnya.
Selama ini pajak yang dibayarkan tempat RHU kepada pemerintah kota hanya berasal dari tiket pengunjung. Sedangkan transaksi di dalamnya seperti penjualan makanan dan minuman tidak pernah ditarik.
“Pajak yang dibayarkan hanya dari tiket masuk. Sementara setiap transaksi yang di dalam RHU tidak ditarik pajak,” ujarnya.
Menurut Mazlan, dengan model transaksi jual beli makan dan minuman yang menyerupai di restoran, semestinya pengusaha RHU juga dikenakan pajak restoran.
“Pajak dari sektor itulah yang selama ini tidak disentuh,” cetus Mazlan.
Dalam kesempatan itu, politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengungkapkan rencana penurunan pajak bermula dari keluhan dari pengusaha RHU. Para pengusaha berdalih saat ini kondisinya sedang lesu.
“Orang masuk ke sana itu buat senang-senang. Jadi, kalau pengusaha berdalih lesu itu tidak masuk akal,” sarannya. [gat]

Tags: