Surabaya,Bhirawa
Setidaknya 21 siswa kelas III SMK Jaya Sakti Surabaya terancam tidak bisa mengikuti Ujian Nasional. Pihak Dispendik Surabaya menolak mengeluarkan Nomor Nominasi ujian dengan alasan sekolah tersebut belum memiliki izin penyelenggaraan sekolah.
Pihak sekolah sendiri mengaku sudah berkali-kali mengajukan izin penyelenggaraan sekolah ke Dinas Pendidikan Surabaya, namun tidak pernah diproses sebagaimana mestinya.
Pihak dindik bahkan menyarankan agar SMK Jaya Sakti melakukan merger atau memindahkan muridnya ke sekolah lain tanpa alasan yang jelas. Saran lain Dindik adalah agar 21 murid tersebut diikutkan ke ujian kejar paket C.
Kondisi ini membuat bingung para guru dan Kepala Sekolah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Jaya Sakti Surabaya. Para pendidik di sekolah yang hingga kini izin operasional sekolahnya pun masih ditahan pihak Dispendik Kota Surabaya tersebut, mengaku bingung pertanggungjawaban mereka nantinya ke para orang tua murid.
Kepala Sekolah SMK Jaya Sakti, Siswo Raharjo menjelaskan, meski dirinya yang didampingi kuasa hukum sekolah, Sunarno Edy Wibowo, sudah datang ke kantor Dispendik Kota Surabaya, Jumat (31/1) lalu dan bertemu langsung Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Dr Ikhsan, SPsi MM, tapi 21 siswa kelas III SMK Jaya Sakti tetap tidak diizinkan untuk mengikuti ujian, April mendatang.
“Saya tidak memahami pola pikir para pejabat di dinas ini. Dispendik Kota Surabaya bersikukuh tidak mau mengeluarkan nomor nominasi untuk sekolah kami. Padahal, nomor nominasi itu sebagai syarat kelengkapan suatu sekolah untuk menyelenggarakan ujian,” ungkap Siswo.
Tetap tidak ada penjelasan mengapa SMK Jaya Sakti tidak diizinkan melaksanakan ujian, sambung Siswo. Sebagai jalan keluarnya, dinas hanya menyarankan untuk mendaftarkan ke-21 siswa SMK Jaya Sakti tersebut ikut kejar paket.
“Bagaimana kami harus mengatakan hal itu ke para orang tua murid? Kalau hanya kejar paket, buat apa para siswa itu sekolah? Ini yang tidak bisa kami terima. Selain menyarankan untuk mendaftarkan para siswa kelas 3 ini untuk ikut kejar paket, ada satu langkah lain yang bisa dipertimbangkan sekolah,” kata Siswo.
Saran kedua itu, lanjut Siswo, adalah pindah sekolah. Saran terakhir ini malah sangat memperberat orang tua siswa. Mengapa? Mereka harus mengeluarkan banyak uang untuk kelangsungan nasib pendidikan putra mereka.
Pada kesempatan itu Siswo mengakui sekolahnya memang terganjal izin, namun dirinya sebagai pengelola sudah mengajukan proses perizinan sesuai dengan saran dari Dindik sebelumnya.
Namun, lanjut Siswo,begitu pengajuan izin operasional tersebut dilakukan, perlahan-lahan, dinas justru melakukan merger siswa kelas III di sekolah itu dengan sekolah lain. Dan sekolah yang mendapatkan limpahan siswa kelas III dari SMK Jaya Sakti adalah SMA Mardi Siwi.
Proses merger itu sudah terjadi sejak dua tahun yang lalu. Beberapa siswa yang menolak untuk demerger, bahkan kembali ke SMK Jaya Sakti dan meminta kepada pihak sekolah untuk tetap mengajar mereka di sekolah itu.
Melihat kondisi tersebut, secara pribadi Siswo menilai bahwa tindakan merger yang dilakukan terhadap sekolah yang dipimpinnya sejak Agustus 2013 lalu ini sebagai tindakan pindah missal. Para siswa dipaksa untuk mau dipindahkan secara missal tanpa diberitahu kenapa mereka dipindahkan. [gat]