Diserang, IPHI Ingatkan Kode Etik bagi Advokat Pemukul Hakim

Ketua Umum DPP IPHI, Rahmat Santoso.

Surabaya, Bhirawa
Insiden kekerasan yang diduga dilakukan advokat Desrizal Chaniago dan viral kepada Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) belum lama ini. Mendapat sorotan bagi Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI).
Ketua Umum DPP IPHI, Rahmat Santoso menekankan pentingnya kembali mengingat kode etik advokat. Kode etik advokat ini, sambung Rahmat, berguna untuk melawan rasa frustrasi sebagai penyebab munculnya tindakan kekerasan.
“Peristiwa advokat melakukan kekerasan pada Hakim memang jarang. Tapi di beberapa negara lain pernah terjadi, seperti di Kazakhstan dan baru saja juga ada di Pakistan. Hal itu muncul karena rasa frustasi,” kata Rahmat Santoso, Sabtu (27/7).
Rasa frustasi itu, lanjut Rahmat, memang manusiawi dan bisa melanda profesi apapun. Namun, itu bisa dihindari jika kembali pada kode etik advokat. Salah satunya menyebutkan tidak dibenarkan menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang ditanganinya akan menang.
“Kode etik sudah jelas, kekerasan apapun dilarang. Selain itu, tanda kutip tidak ada seorang pun advokat yang bisa menjamin pekerjaan yang baik, seperti halnya rasa keadilan yang sifatnya relatif. Misalnya, seorang terdakwa berharap dirinya dibebaskan, tetapi advokat berpendapat pengurangan hukuman dari ancaman hukuman maksimal sudah merupakan hasil pekerjaan yang baik,” jelasnya.
Terkait tindakan kekerasan yang diduga dilakukan advokat, Rahmat berharap adanya sikap sportif yang dimiliki advokat. Sikap sportif ini adalah bisa menerima keputusan menang atau kalah. Sikap ini dalam pengadilan harus ditumbuhkan pada klien maupun pada diri seorang advokat.
“Jika penyelesaian musyawarah mufakat sebagai upaya mencapai win-win solution tidak berhasil, terpaksa digunakanlah sistem peradilan dengan pilihan menang atau kalah. Dalam kasus perdata Nomor 223/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst, masih ada tingkatan peradilan berikutnya, tanpa harus menggunakan kekerasan,” ucapnya.
Masih kata Rahmat, seorang advokat juga harus mengundurkan diri dari perkara yang ditanganinya jika menganggap permasalahan kliennya sebagai permasalahan pribadi untuk dirinya sendiri. “Sebab, ketidak-objektifan ini akan mengakibatkan kekeruhan dalam pikiran. Sehingga akan berlanjut kepada tindakan-tindakan tidak profesional dalam menjalankan profesinya,” imbuhnya.
Saat ini, Desrizal telah diperiksa sebagai tersangka pemukulan terhadap dua orang Hakim di PN Jakpus. Dia dijerat Pasal 212 KUHP dan 351 KUHP. Penyerangan terjadi saat Hakim tengah membacakan putusan atas perkara perdata di PN Jakpus, Kamis (18/7). Tiba-tiba Desrizal menghampiri meja Majelis Hakim dan menyerang dengan menggunakan ikat pinggang. Akibat kejadian itu, hakim ketua Sunarso dan hakim anggota I Duta Baskara mengalami luka. [bed]

Tags: