Surabaya, Bhirawa
Ketidakmerataan tarif dokter di Indonesia mengundang reaksi Ikatan Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Indonesia (IKABI) Jatim. Mereka menyesalkan dengan ketidakmerataan tarif dokter di Indonesia, terutama dokter bedah, yang tercover dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BJPS).
Disinyalir tarif untuk membayar jasa dokter di puskesmas, klinik, atau rumah sakit sudah ditetapkan sama dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 69 tahun 2013, tetapi di lapangan tarif ini tidak sesuai dengan kompetensi dan geografisnya.
“Kita sudah setuju tarif dibuat per paket. Yang kita anggap tidak adil yakni tarif paket itu sangat jauh berbeda di setiap daerah dan terkesan sangat tidak adil,” Ketua Ikabi Prof Dr Paul Tahalele, SpB.
Paul mencontohkan, biaya sirkumsisi atau sunat di rumah sakit Jakarta mencapai Rp 23 juta per paket. Sementara, biaya sirkumsisi di rumah sakit Jawa Timur per paketnya cuma Rp 16 juta. Yang lebih tidak adil sirkumsisi di kota terkecil seperti rumah sakit Probolinggo, Nganjuk, dan daerah lainnya hanya Rp 6 juta-9 juta per paket. Sedangkan di rumah sakit swasta dan di luar negeri, seperti Singapura, biaya sirkumsisi bisa lebih murah lagi. Misalnya, di RS Mitra Keluarga sirkumsisi hanya Rp 2,5 juta per paket.
“Yang cukup mengejutkan yakni biaya transplantasi ginjal di rumah sakit Jakarta mencapai Rp 250 juta. Sedangkan di daerah seperti di Jatim atau kota lainnya hanya Rp 90 juta hingga Rp 90 juta,” kata dia.
Padahal, lanjut Paul, baik pelayanan dan kapasitas dokter di kota besar maupun kota kecil sama. Begitupula dengan biaya kuliah dokter bedah yang mencapai ratusan juta rupiah per orang. Guru Besar Fakultas Kedokteran (FK) Unair ini menambahkan, sebenarnya pihaknya tidak mempersoalkan besaran tarif yang didapat saat penanganan bedah. Tapi, persoalannya yakni terkait dengan tarif yang disesuaikan dengan geografisnya.
“Memang pelayanan Jakarta lebih baik dari Surabaya. Saya rasa sama saja, terus yang membuat perbedaan yang sangat jauh itu apanya?” tanya dia.
Sementara itu Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Jatim, dr Dodo Anondo MPH mengaku, ketidakmerataan tarif ini akan diselesaikan dengan diterbitkannya Pergub tentang Tenaga Kesehatan.
Saat ini Pemprov Jatim atau Gubernur masih mengkaji dan mengodok Pergub tenaga kesehatan. ”Saya yakin terbitkanya Pergub ini akan menjadi titik terang dari permasalahan tenaga kesehatan di Jatim,” tuturnya.
Pergub tenaga kesehatan ini nantinya akan menjadi panglima atau acuan bagi tenaga kesehatan, pemerintah daerah dan rumah sakit di Jatim dalam menentukan besaran gaji dan penyebaran tenaga kesehatan (Dokter, red). ”Kita berharap Pergub ini segera ditelorkan karena permasalahan tenaga kesehatan di Jatim sangat rumit dan kompleks,” tegasnya. [dna]
Keterangan Foto : Pelayanan yang diberikan dokter kepada pasien di Jatim.