Dishub Jatim Usulkan Ada Perda Pengatur Taksi Online

Keberadaan taksi online yang menjamur di Surabaya memaksa Dinas Perhubungan Provinsi Jatim untuk mengusulkan agar ada Perda yang mengatur dan mengendalikan keberadaannya.

Pemprov, Bhirawa
Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Jatim mengusulkan agar ada Perda yang khusus mengatur keberadaan taksi online yang kini tengah menjamur di Jatim. Saat ini, taksi online sudah menjadi bagian kebutuhan masyarakat tapi pemerintah tidak bisa mengendalikan keberadaannya.
“Ke depan saya yakin semua angkutan umum akan memanfaatkan online sebagai basis pemasarannya. Oleh karena itu, mulai sekarang harus ada Perda yang mengatur itu. Tidak bisa dibiarkan berkembang tanpa ada pengendaliannya,” kata Kepala Dishub Provinsi Jatim Dr Ir Wahid Wahyudi MT dikonfirmasi, Senin (9/1).
Menurut dia, angkutan umum berbasis online jika diistilahkan kotak ada dua kotak yang antara satu dengan yang lainnya terpisah. Kotak pertama adalah sebagai angkutan umum yang harus memenuhi persyaratan sebagai angkutan umum. Kotak kedua adalah online, yang digunakan sebagai strategi pemasaran angkutan umum.
Jika aturan sebagai angkutan umum, lanjut Wahid, sudah banyak peraturan yang mengendalikannya. Baik peraturan Menteri Perhubungan atau pun peraturan daerah lainnya. Namun untuk online tidak ada payung hukum yang digunakan untuk mengaturnya.
“Usulan saya, untuk mengatur angkutan umum berbasis online yang memberikan pelayanan antara kota dalam provinsi ini diperlukan peraturan daerah. Sehingga angkutan umum berbasis online ini bisa dikendalikan. Sekarang Perda yang mengatur onlinenya belum ada, kalau taksinya sudah ada,” ungkap mantan Penjabat Bupati Lamongan ini.
Selama Perda itu belum ada, jelas Wahid, Dishub Jatim tidak bisa berbuat apa-apa. Salah satu contohnya adalah saat Dishub meminta data ke pihak taksi online, Dishub tidak bisa memaksa karena tidak ada sanksi yang mengaturnya.
“Kita pernah minta data kepada Uber berapa jumlah pasti mobil yang dioperasikannya. Tapi sampai sekarang kita tidak diberi. Mau memaksa jika tidak bisa, karena tidak ada payung hukumnya. Mau memberikan sanksi, juga tidak bisa karena lagi-lagi tidak ada aturannya. Pernah kita undang untuk koordinasi, mereka datang. Tapi saat kita minta data, tidak diberi,” ungkapnya.
Wahid menjelaskan, mobil pribadi (pelat hitam) memang boleh digunakan sebagai angkutan sewa. Tetapi, mereka tetap harus mengurus izin sebagai angkutan sewa. Syarat pengurusan izin meliputi harus lulus uji KIR, pemilik kendaraan harus berbadan hukum, minimal punya lima armada, dan kantor perusahaan jelas.
Kendaraan yang digunakan angkutan sewa merupakan mobil penumpang dengan kapasitas mesin minimal 1.300 cc. Kendaraan kapasistas mesinnya di bawah 1.300 cc tidak diperbolehkan digunakan menjadi angkutan sewa. “Kendaraan yang cc-nya di bawah 1.300, tidak akan diterima saat uji KIR. Uji KIR-nya di Dishub kota/kabupaten,” ujarnya.
Sampai sekarang sudah ada 20 perusahaan angkutan umum yang mengurus izin penyelanggaraan angkutan sewa ke Dishub Jatim. Dari 20 perusahaan itu baru dua perusahaan yang sudah melakukan realisasi.
Dua perusahaan yang sudah realisasi itu memang untuk angkutan sewa berbasis aplikasi. “Karena persyaratannya lengkap, mereka kami beri izin sebagai angkutan sewa. Kami akan menempel stiker di armada angkutan sewa yang sudah memiliki izin,” katanya.
Sesuai kebijakan Dirjen Angkutan Darat Kementerian Perhubungan, ada pembatasan jumlah kendaraan taksi berbasis online di Surabaya, yakni hanya 10 persen dari jumlah taksi yang beroperasi di Surabaya. Data Dishub LLAJ Jatim, ada 6.350 kendaraan angkutan umum di Surabaya. Karena itu, batas kuota kendaraan taksi berbasis online maksimal hanya 635 unit. [iib]

Tags: