Diskop Perindag Sidoarjo Pantau Peredaran Garam Beryodium

5-foto D-Ali-1Sidoarjo, Bhirawa
Menurut data terakhir, produksi garam di Kab Sidoarjo per tahun mencapai 58.500 hingga 88.500 ton. Ini berasal dari produksi Industri Kecil Menengah (IKM) sebanyak 3.500 ton dan industri besar 45 ribu hingga 75 ribu ton. Tetapi menurut pendapat Kepala Dinas Koperasi Perindag Sidoarjo, Feni Apridawati, potensi garam di wilayah Kab Sidoarjo ini masih belum banyak diolah secara maksimal.
”Sentra garam rakyat di Sidoarjo harus dioptimalkan, supaya kita tak sampai import garam,” kata Feni, yang membuka acara kajian Perda Nomor 3 tahun 2005 tentang larangan pengadaan dan peredaran garam konsumsi tak beryodium dan penggunaan bahan tambahan pangan, Selasa (16/12) kemarin.
Diakui mantan Kabag Perekonomian Pemkab Sidoarjo ini, karena kini Bangsa Indonesia masih harus import garam dari negar Australia dan India. Padahal kalau potensi garam di Kab Sidoarjo dioptimalkan, bisa membuat swasembada garam. Selain itu, meski kebutuhan garam beryodium di Sidoarjo bisa tercukupi, namun sebagai negara kesatuan maka produksi garam dari Sidoarjo juga akan bisa untuk daerah lain.
”Kalau jumlah penduduk semakin banyak, saya pikir jumlah kebutuhan akan garam juga akan tambah banyak pula, maka potensi garam produksinya supaya ditingkatkan,” harap Feni.
Di Kab Sidoarjo produksi garam rakyat banyak dihasilkan pada sejumlah sentra yang berada di Kec Sedati, Waru dan Jabon. Khusus untuk garam produksi dari IKM. Menurutnya, ada garam yang sudah sesuai standar kandungan yodiumnya, juga masih  ada yang belum.
Menyikapi Perda Nomor 5 tahun 2003 di Kab Sidoarjo tentang larangan peredaran garam konsumsi tak beryodium. Disampaikan Irfan, pembicara dari Kemendagri, maka sesuai aturan di tiap daerah diwajibkan untuk membentuk tim koordinasi penanggulangan kekurangan yodium. ”Karena bila kekurangan yodium, akan mengganggu kesehatan masyarakat,” ujarnya.
Maka setiap daerah harus mengadakan penyuluhan, pembinaan terhadap produsen garam. Serta pengawasan pada petani garam dan pedagang garam, supaya ketersediaan garam yodium tetap baik di tengah masyarakat.
Sementara itu, untuk memantau prevalensi penyakit gondok, akibat kekurangan zat yodium, Dinas Kesehatan Sidoarjo biasanya melakukan pemeriksaan urine. Tahun 2010 kemarin, hasilnya menunjukkan, kalau  konsumsi masyarakat terhadap garam yang mengandung yodium, sudah cukup.
Disampaikan Sri Andari SKM, Kasi Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan Sidoarjo, prevalensi penyakit gondok di Kab Sidoarjo, telah mengalami penurunan. Menurut data dari Dinas Kesehatan Sidoarjo, prevalensi pada tahun 2003 sebesar 11,7%, menurun menjadi 7% pada tahun 2008. ”Kita juga memakai sample pemeriksaan darah pada 150 bayi yang baru
lahir. Hasilnya semuanya dalam kondisi normal,” jelas Sri Andari.
Untuk mengetahui distribusi garam yodium di masyarakat, Dinas Kesehatan Sidoarjo, lanjut Andari, tahun ini juga telah melakukan monitoring dan evaluasi distribusi garam yodium yang dijual di  pasar-pasar tradisional. Bila dagangan garamnya kadar yodiumnya kurang, maka pedagang diminta untuk mengembalikan lagi kepada distributornya. Supaya diproses lagi dan ditambah kadar yodiumnya.
Kadar yodium dalam garam, kata Andari, sangat perlu, sebab selain bisa mencegah timbulnya pembesaran kelenjar tiroid yang bisa timbulkan penyakit gondok, juga akan bisa membuat anak menjadi cerdas. [ali]

Tags: