Diskoperindag Belum Berani Ambil Tindakan

Pertamini ilegal yang masih menjamur di Kabupaten Lamongan dan pihak terkait belum berani mengambil tindakan.(Alimun Hakim/Bhirawa)

Pertamini ilegal yang masih menjamur di Kabupaten Lamongan dan pihak terkait belum berani mengambil tindakan.(Alimun Hakim/Bhirawa)

(Pertamini Ilegal Menjamur di Lamongan)
Lamongan, Bhirawa.
Bertaburnya Kios ‘Pertamini’ alias penjual BBM (bahan bakar minyak) eceran jenis pertalite terlihat menjamur di Kabupaten Lamongan, sejak tidak diperjual belikannya BBM jenis premium.Meski telah dinyatakan ilegal tetapi tindakan kongkrit belum ditunjukkan oleh pihak Diakoperindag Kabupaten Lamongan dan pihak yang terkait.
“Yang pasti kita sudah mengirimkan surat secara resmi ke Pertamina DAOP Empat, jawaban dari Pertamina yang jelas itu ilegal, sudah singkat begitu jawabannya (Pertamina, red),” ungkap Kepala Dispindagkop Kabupaten Lamongan, Gunadi kepada Bhirawa, Kamis (4/8).
Pertamini tersebut diketahui diisi oleh bahan bakar langsung dengan pemiliknya dengan takaran liter, sehingga pengguna kendaraan yang hendak membeli BBM tinggal menyebut jumlah yang hendak dimasukkan ke tangki kendaraan.
Satu di antara karyawan di kios Pertamina di Desa Kebet, Kecamatan Lamongan, Hariono mengaku jika dalam mendirikan Pertamini tersebut mengeluarkan biaya yang tak sedikit. “Beli sendiri dari Jakarta dan biayanya Rp 25 juta,” ungkapnya.
Nominal harga tersebut  untuk pembelian mesin pompa layaknya mesin SPBU Pertamina. Hari menjelaskan, pembeli yang singgah untuk melakukan pengisian BBM lebih ramai di banding penjual eceran yang menggunakan botol. “Perhari habis 1000 liter, kebanyakan yang beli roda dua, ada mobil tapi jarang mobil yang beli,” akunya.
Jumlah pembeli memang cukup banyak, padahal harga di patok sebesar Rp 7.450, dibanding harga di SPBU Pertamina yang menjual Pertalite seharga Rp 6.900. “Perliternya untung Rp 550, kalau eceran untungnya lebih banyak sebenarnya bisa sampai 8.000 ribu,” ungkap Hari.
Lebih lanjut, Hari mengaku mesin pompa sudah pernah dimonitor oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Dispindagkop) Kabupaten Lamongan terkait ukuran takaran (tera) timbangan dan peralatannya. “Ini ukurannya pakai tera. Ini sudah diperiksa juga sama orang Dinas,” terangnya.
Namun,Pertamini yang di kategorikan ilegal karena alat ukuranya atau jumlah liternya tidak tertera di Balai Metrologi dan tak sesuai Undang-Undang, sebab berbeda dengan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang resmi terdaftar di Balai Metrologi. “Kalau dikatakan ilegal itu ya sebenarnya tidak boleh,Tapi kalau melihat tangki nya sebenarnya kan lebih praktis, lebih aman,” ujarnya.
Namun, Gunadi mengaku belum bisa melakukan penindakan terhadap pedagang Pertamini yang di sebut Pertamina ilegal. “Belum ada petunjuk dari Pertamina, karena itu dinyatakan oleh Pertamina ilegal,” aku dia. Lebih jauh, Gunadi juga menjelaskan, Dispindagkop Kabupaten Lamongan tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap SPBU yang melayani perjualan BBM ke Pertamini.
“Sampai saat ini saya belum bisa melakukan apapun, masih nunggu perintah dari Pemerintah Provinsi. Pengawasannya, POM itu kan Perindag Provinsi, yang punya kewenangan, bukan Kabupaten. Jadi Dinas Pindag Kabupaten itu tidak punya kewenangan untuk mengawasi POM,” pungkasnya.
Dari info yang berhasil didapat, para pedagang Pertamini rata-rata memiliki modal cukup besar untuk satu mesin Pertamini. Pasalnya, harga mesin bisa mencapai Rp 25 juta per unit. [mb9]

Tags: