Dispemas dan KB Kabupaten Tuban Datangkan PPKBD

Umi Kulsum, pemateri dari Kemenag Tuban

(Tekan Jumlah Pernikahan Dini)
Tuban, Bhirawa
Angka pernikahan usia dini dan angka perceraian akibat perkawinan usia dini di Kabupaten Tuban masih tergolong tinggi. Pemkab Tuban terus mensosialisasikan pematangan usia pernikahan sebagaimana undang-undang.
Memantabkan sosialisasi ini Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa dan Keluarga Berencana (Dispemas dan KB)mematangkan kinerja  Paguyuban Penyuluh Keluarga Berencana Desa (PPKBD) dan Penyuluh Calon Mantin dalam penyuluhan Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP)
Pematangan kinerja PPKBD ini digelar , Rabu (23/8) dengan pemateri dari Kementerian Agama (Kemenag Tuban). Dihadiri pula oleh Pusat Informasi dan Konseling Remaja Kabupaten Tuban , dari acara tersebut diharapkan semua elemen masyarakat terkait, maupun organisasi yang bersentuhan memiliki komitmen bersama tentang bagaimana cara mencegah dan mengurangi tingginya angka pernikahan usia dini.
“Untuk Jawa Timur, Kabupaten Tuban berada di urutan ke-4 dari belakang untuk kasus ini,” katra Umi Kulsum dari Kemenag Tuban.
Umi yang juga Ketua PC Fatayat NU Kabupaten Tuban ini lebih lanjut menjelaskan, salah satu faktor penyebab tingginya angka pernikahan usia dini yakni, ketidaktahuan orang tua terhadap dampak dari pernikahan usia dini, sehingga perlu disampaikan melalui berbagai forum terhadap dampak tersebut.
“Saat ini, terutama yang di desa-desa masih banyak orang tua yang berpikiran kolot. Ketika anak sudah mulai beranjak dewasa belum mendapat jodoh, takut dikatakan perawan tua,” kata Umi.
Umi juga mengimbau, agar pasca pertemuan kali ini bisa memberikan pemahaman kepada orangtua terkait tujuan dari perkawinan, yakni apa yang dilakukan setelah perkawinan, sehingga orangtua akan berpikir ketika ingin menikahkan anak di usia yang belum tepat.
Selain faktor orangtua, maraknya pernikahan usia dini diyakini karena adanya jejaring sosial. Hal ini disebabkan, anak yang bermain jejaring sosial hanya melihat satu sisi, yakni melihat sisi kesenangan saja, tanpa memikirkan dampaknya di belakang hari.
“Mereka hanya tahu senang saja, tanpa berpikir dua kali. Jangan heran kalau banyak terjadi “kecelakaan”,” ujar Umi.
Jika angka pernikahan usia dini semakin tinggi, keluarga harmonis tidak mungkin bisa tercapai. Sebab, anak yang menikah di bawah usia 20 tahun belum memiliki kematangan dari segi emosi maupun fisik.
“Bagaimana mungkin anak-anak bisa memberi ketenangan yang menjadi tujuan perkawinan? Kita yang sudah usia 40 saja terkadang masih suka seperti anak kecil,” terang Umi.
Ditegaskan pula, bahwa tujuan pernikahan, di samping memberi ketenangan adalah menjaga pandangan serta memberi keturunan. “Jangankan anak-anak, para orangtua pun banyak yang rumah tangganya berantakan akibat media sosial,” pungkas Umi. (hud)

Tags: