Dispenda Kota Batu Didesak Kaji Ulang Besaran PBB

Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang PBBKota Batu, Bhirawa
Masyarakat menuding Dispenda Kota Batu menetapkan tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) berdasarkan perkiraan bukan didasarkan pada kenyataan di lapangan. Hal ini berkaitan dengan tingginya tagihan PBB yang telah membuat resah masyarakat Batu. Di desa-desa banyak ditemukan kejanggalan terkait tagihan PBB ini.
Kejanggalan terlihat dimana besaran tagihan PBB di jalan yang lebih besar dan lebih luas justru lebih sedikit ketimbang bangunan atau tanah yang berada di gang sempit.
“Punya tetangga saya itu contohnya, yang bangunan yang lebih luas dan kelas jalannya lebih bagus lebih murah ketimbang punya tetangga yang ada di dalam gang. Yang di jalan besar kena PBB Rp 385 ribu, yang didalam malah kena Rp 425 ribu,” ujar warga Kelurahan Sisir, Muhammad, Selasa (26/7).
Yang membuat Muhammad kesal, dibandingkan tagihan tahun 2015 kenaikannya sangat tinggi.
“Tahun lalu tagihan PBBnya hanya Rp 189 ribu, sekarang jadi Rp 425 ribu,” jelas Muhammad. Ia berharap Dispenda Kota Batu bisa mengkaji ulang penetapan besaran PBB yang di luar kewajaran ini. Terlebih penetapan PBB gila-gilaan ini, dilakukan bersamaan dengan program pemerintah mengampuni pengusaha penunggak pajak.
Terpisah, Kepala Desa Junrejo, Andi Faisal, membenarkan bahwa kenaikan PBB tahun ini di luar kewajaran. Bulan Maret 2016, ia pernah menolak menerima SPPT (Surat Perintah Pajak Terutang) dan meminta Dispenda membawa pulang kembali SPPT tersebut. “Kenaikannya tidak wajar, kita periksa, kita menolak menerimanya dan meminta Dispenda untuk membawa pulang kembali,” tegas Andi Faisal.
Ternyata penolakan ini tidak hanya dilakukan Pemdes Junrejo saja, seluruh kepala desa dan lurah ternyata juga menolak. Hingga akhirnya Asosiasi Kepala Desa akhirnya mengundang Dispenda untuk memberikan penjelasan tingginya besaran PBB tersebut. Di depan kades, Kepala Dispenda Kota Batu, Zadiem Effisiensi, menjelaskan bahwa tingginya PBB ini dikarenakan harga tanah dan NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) naik.
“Pak Zadiem berpatokan pada perkembangan kota besar, dimana nilai harga jual tanah hanya terpaut 2 persen. Tapi alasan itu tidak bisa diterima kades, karena patokannya adalah kota besar. Kota besar pun kenaikannya butuh proses, tidak seperti sekarang ini, kayak sulapan, langsung naik begitu besar,” jelas Faisal.
Saat itu, Zadim berjanji akan mengevaluasi, namun beberapa bulan kemudian SPPT dikembalikan ke desa, ternyata masih banyak SPPT PBB yang besarannya ‘tak masuk akal’. “Saya periksa masih ada 75 persen yang tidak wajar, akhirnya kita bikin pemetaan kemampuan warga membayar pajak, tentunya dipertimbangkan juga dengan kelas jalan,” ujar Faisal.
Hasil pemetaan ini sudah diberikan kepada Dispenda untuk dijadikan pedoman. Kenaikan PBB ini sudah menyulut banyak pertanyaan masyarakat. Apalagi hal ini dibarengi rencana Pemkot Batu memberikan pengampunan pajak kepada pengusaha penunggak pajak.
“Kebijakan ini sangat tidak adil,”pungkasnya. [nas]

Tags: