Distan Sidoarjo Terkesan Lepas Tangan Soal Ngelom

RPH Ngelom (1)Sidoarjo, Bhirawa
Konflik RPH (Rumah Potong Hewan) Ngelom antara warga dengan penjagal sapi telah usai, namun kini muncul babak baru. Masih di Kec Taman, RPH Ngelom tidak pindah ke RPH Krian seperti yang diinginkan Pemkab Sidoarjo dan DPRD, malah kini bergeser liar di sebuah rumah penduduk di Desa Taman, Kec Taman. Ironinya, kotoran sapi berikut darahnya dibuang di DAS Sungai Buntung.
Sejak dua bulan lalu RPH baru berdiri paska penutupan RPH Ngelom. Tidak menjadi masalah bila tak mengganggu lingkungan. Warga sekitar RPH itu dibuat pening oleh limbah buangan kotoran sapi di Sungai Buntung. Menurut penuturan warga, pintarnya pengelola RPH liar itu menyembelih sapi pada tengah malam sehingga warna Sungai Buntung tak kelihatan warna merahnya akibat buangan darah sapi.
Baunya tak seberapa ketika curah hujan tinggi, tetapi bila musim kemarau pada Bulan November lalu, sangat ”harum” sekali kotoran sapi itu. Setiap malam diperkirakan dipotong 18 ekor sapi dari berbagai daerah, umumnya jenis sapi besar mirip turunan Sapi Brachman dari Magetan, Ngawi, Madiun. Bila RPH Ngelom masih lebih baik karena limbah sapi masih diolah secara sederhana, namun di RPH Taman ini lebih sadis. Jeroan dan darah sapi itu dibuang begitu saja ke DAS Butung.
Limbah itu pasti menimbulkan dampak berat terutama pembuat tempe, karena di timur RPH itu terdapat pembuat tempe yang memanfaatkan pengolahannya dari Air Sungai Buntung. Celakanya lagi, Dinas Pertanian cuek saja melihat kondisi. Tidak ada tindakan apapun, padahal sejumlah warga sudah melaporkan kejadian ini ke Dinas dan Komisi A. Malah ada anggota Komisi A yang melakukan sidak tengah malam, menjumpai ada pengiriman sapi ke dalam rumah itu.
”Aktifitas keluar masuk mobil yang mengangkut sapi itu cukup banyak, perkiraan saya 17 sampai 18 sapi yang disembelih,” ujar salah satu warga yang tak mau disebutkan namanya.
Kadis Pertanian (Kadistan) Sidoarjo, Ny Anik, dikonfirmasi Senin kemarin menegaskan, urusan itu bukan menjadi kewenangan dinas karena pemiliknya tak berizin. Ia malah membelokkan persoalan ini menjadi urusan Polres. Pernyataan ini sungguh aneh, sebab Dinas Pertanian memiliki bidang yang menangani masalah limbah.
Anggota Komisi A, H Ma’ali, menyayangkan sikap cuci tangan Dinas Pertanian. Seharusnya Dinas Pertanian berdiri di depan menangani persoalan ini, karena RPH menyangkut lingkup tanggungjawab dinas.
Anggota dewan lain, menyebut, persoalan limbah seperti ini jangan dipandang enteng. RPH liar ini sudah berjalan dua bulan lebih dan tak ada tindakan apapun. Jeroan dan darah sapi tu harus diolah di instalasi pengolah limbah sebelum dibuang ke sungai. Sungai adalah milik publik yang tak bisa setiap orang mengorbankan kebersihan dan kepentingan sungai untuk dirinya pribadi.
Dinas Pertanian kesannya lepas tangan dan melempar tanggungjawab. Padahal sudah lama ada laporan soal pencemaran. Dinas ini sebagai pemungut retribusi RPH, seharusnya menjadi dinas yang paling bertanggungjawab. Masyarakat perlu diberi penjelasan yang benar tentang apa yang sebenarnya terjadi. Jangan kucing-kucingan dengan wartawan, karena itu tak menyelesaikan masalah. [hds]

Tags: