Distribusi ASN Tak Sesuai Kebutuhan Ancam Kegagalan Reformasi Birokrasi

Ketua Pusat Studi Kebijakan dan Pelayanan Publik Unitomo Surabaya Dr Aris Sunarya MSi (kiri) saat menjadi narasumber pada acara seminar nasional di Unitomo Surabaya, Selasa (4/12). [zainal ibad/bhirawa]

Surabaya, Bhirawa
Upaya pemerintah melakukan percepatan reformasi birokrasi hingga kini masih belum sepenuhnya berjalan baik. Laporan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menyebutkan masih ada beberapa permasalahan yang kini membelit ASN yang berpotensi menganggu percepatan reformasi birokrasi.
Ketua Pusat Studi Kebijakan dan Pelayanan Publik Unitomo Surabaya Dr Aris Sunarya MSi menuturkan, ada beberapa gangguan yang dihadapi ASN dalam upaya reformasi birokrasi. Di antaranya adalah distribusi pegawai ASN yang tidak sesuai kebutuhan mengancam kegagalan reformasi birokrasi. Di mana, sebagian besar pegawai bekerja di daerah perkotaan. Sementara pegawai yang bertugas di daerah-daerah pelosok sangat minim.
Selain itu, kualifikasi dan kompetensi pegawai yang ada tidak sesuai dengan yang dibutuhkan. Saat ini, jumlah pegawai administrasi melebihi kebutuhan, sementara jumlah tenaga teknis masih sangat terbatas terutama di daerah pemekaran. Lalu, kualitas pegawai yang ada masih rendah dan rasio ASN dengan jumlah penduduk paling rendah di antara negara tetangga, yakni 1,64 persen.
“Rendahnya rasio ini mencerminkan rendahnya kemampuan birokrasi melayani masyarakat. Sementara negara-negara tetangga seperti Singapura 4,0 persen, Malaysia 5,0 persen, Filipina 2,9 persen dan Brunai Darussalam 11,4 persen. Persoalan lainnya sebagai dampak kebijakan zero growth dan moratorium penerimaan CPNS selama beberapa tahun,” ujar Aris, saat menjadi narasumber Seminar Nasional bertema Tantangan dan Ancaman Pengembangan SDM Sektor Publik di Era Milenial di Universitas Dr Soetomo (Unitomo) Surabaya beberapa waktu lalu.
Menurut Aris, masih ada kesempatan untuk memperbaiki birokrasi di Indonesia. Caranya dengan melakukan rekrutmen besar-besaran ASN generasi milenial dengan memperketat sistem rekrutmen CPNS berbasis kompetensi atau sistem merit. Sehingga akan terjaring anak bangsa yang terbaik. Baik dari aspek tingkat pendidikan, penguasaan teknologi informasi, penguasaan bahasa asing, idealisme, maupun integritas dan budaya kerja sebagai agen perubahan di instansi masing-masing.
“Transformasi pendidikan dan pelatihan (diklat) konvensional menjadi diklat berbasis human capital management melalui pengembangan ASN corporate university. Memfungsikan seluruh instansi pemerintah sebagai lembaga pembelajaran dengan mengkombinasikan berbagai sistem pelatihan progresif edukatif. Yakni e-learning, coaching, mentoring dan on the job training,” paparnya.
Yang tidak kalah penting, lanjut mantan Kepala Bidang Pajak Daerah, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Jatim ini, adalah melakukan perubahan mind set dan cultural set menuju SDM open mind, perubahan cepat, result oriented, bukan prosedur oriented yang mempunyai ciri keberanian, komitmen, konsistensi, sinergi dan diskresi.
“Usia ASN di atas 51 tahun saat ini sebanyak 1,5 juta atau 34 persen dari total 4,3 juta ASN seluruh Indonesia. Belum sesuai dengan kualifikasi dan kompetensi serta belum sesuai yang diharapkan kinerjanya merupakan ancaman dan tantangan ke depan di era milenial,” pungkasnya. [iib]

Tags: