Ditemukan Arca Pancuran Garuda, Jadi Peninggalan Airlangga atau Bhre Kahuripan

Arca Pancuran Garuda di Situs Sumberbeji, Desa Kesamben, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang. [arif yulianto]

Menggali Kepastian Masa di Situs Petirtaan Sumberbeji
Kabupaten Jombang, Bhirawa
Proses ekskavasi yang dilakukan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCP) Jatim di Situs Petirtaan Sumberbeji, Desa Kesamben, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang masih membuahkan hasil maksimal. Hingga tahapan ekskavasi selesai, belum terungkap secara jelas tentang masa apa Petirtaan Sumberbeji dibangun. Apakah pada masa Pemerintahan Raja Airlangga era Kahuripan (1009-1042) ataukah pada masa Pemerintahan Bhre Kahuripan masa Majapahit (1351).
Dari sejumlah temuan di Situs Sumberbeji ini, mulai tahap Survei Penyelamatan oleh BPCB Jatim maupun tahap ekskavasi, selain bangunan petirtaan, sejumlah temuan lepas ditemukan di areal petirtaan tersebut. Mulai dari keramik, mata uang kuno, Celupak, Jaladwara (pancuran air terbuat dari batu andesit), Arca Pancuran Garuda, fragmen bata yang diperkirakan menggambarkan Kala hingga pintu air keluar petirtaan.
Saat Bhirawa mendatangi lokasi ekskavasi di Petirtaan Sumberbeji, Sabtu (21/9), Arkeolog BPCB Jatim, Wicaksono Dwi Nugroho, masih belum mau membuka kesimpulan hasil ekskavasi tentang masa pembuatan atau dalam istilah lain, peninggalan era apa petirtaan itu. Ia akan membeberkan hal tersebut saat pemaparan di hadapan Bupati Jombang.
“Karena ada beberapa fragmen porselin dan beberapa temuan yang harus saya analisis lebih dalam. Tapi sejauh ini memang dari masa Pra Majapahit yang digunakan hingga masa Majapahit,” ujar Wicaksono Dwi Nugroho.
Penemuan yang paling menggemparkan selama proses ekskavasi Situs Petirtaan Kuno Sumberbeji ini sepertinya terjadi saat ditemukannya Arca Pancuran Garuda di sebelah selatan ujung saluran air masuk petirtaan pada hari kelima ekskavasi, Sabtu (14/9) lalu. Hal ini menurut Wicaksono Dwi Nugroho, penemuan Arca Pancuran berbentuk Garuda sangat jarang terjadi.
Museum Trowulan, Mojokerto sendiri, kata Wicaksono, hanya memiliki satu koleksi benda tersebut yang disebut-sebut merupakan penemuan saat Pemerintahan Kolonial Belanda. Sementara yang ada di Petirtaan Sumberbeji istimewa karena masih menempel di di dinding petirtaan atau berada di tempat semula yang dalam istilah arkeologi biasa disebut dengan istilah ‘Insitu’.
Namun, Arca Pancuran Garuda di Petirtaan Sumberbeji ini bagi sebagian orang bisa jadi memiliki sisi istimewa lainnya, seperti sisi historisnya. Ya, karena sosok Garuda sering dihubung-hubungkan dengan Raja Airlangga, pendiri Kerajaan Kahuripan yang kemudian memindahkan ibukota kerajaannya ke Kadiri (Kediri). Setelahnya, Airlangga juga membagi dua kerajaannya menjadi Kerajaan Kadiri yang beribukota di Daha, dan Kerajaan Jenggala dengan ibukota lama yakni, Kahuripan.
Raja Airlangga pernah disimbolkan sebagai titisan Wisnu yang naik Garuda. Maka sebagian orang mungkin merepresentasikan sosok Garuda di Sumberbeji ini dengan masa pembangunan petirtaan ini yang bisa dimungkinkan dibangun oleh Raja Airlangga. Ditambah lagi, pada proses-proses akhir ditemukan juga fragmen porselin dari Dinasti Song, Tiongkok. Dinasti ini sendiri tercatat ada pada tahun 960-1279.
“Kemarin kita menemukan lagi porselin dari Dinasti Song, dari abad 10 sampai abad 12. Awal-awal penggalian kita didominasi dari Dinasti Yuan abad 12 sampai abad 14,” terang Wicaksono.
Adanya penemuan porselin-porselin dari berbagai masa ini menunjukkan, Pertirtaan Sumberbeji ini dimungkinkan dibangun pada abad 10 dan digunakan secara terus-menerus hingga abad 14 Masehi. Pada aktifitas Suvey Penyelamatan sebelum proses Ekskavasi hingga awal-awal Ekskavasi di lokasi ini, Petirtaan ini pernah disebut diduga dibangun pada masa Bhre Kahuripan pada era Majapahit. Kemungkinan, hal itu merujuk dari temuan porselin Dinasti Yuan.
Namun pada konteks Garuda di Petirtaan Sumberbeji ini, Wicaksono terlihat masih terlihat sangat berhati-hati untuk mengambil sebagai rujukan era pembangunan petirtaan itu sendiri. Ia masih banyak menjelaskan Arca Pancuran Garuda itu sebagai cerita tentang sosok Garudeya.
“Sementara ini lebih ke Garudeya ya, jadi untuk ke Airlangga, saya belum berani untuk berspekulasi terlalu jauh. Nanti menunggu hasil detik relatif dari hasil analisis temuan-temuan lepas. Kalau di sini konsepnya lebih terbaca, lebih mengangkat tema Garudeya itu sendiri. Justru yang kita tonjolkan sebenarnya cerita tentang Garudeya itu. Bagaimana Sang Garuda itu berkorban untuk ibunya membebaskan dari perbudakan, sedangkan dia sendiri berkorban menjadi tunggangannya Wisnu,” terang Wicaksono.
Sedangkan saat ditanya apakah pernah ada literatur yang menyebutkan keberadaan Keraton Kahuripan, Wicaksono mengatakan, hingga saat ini memang belum ada catatan yang menjelaskan keberadaan Keraton tersebut. Keraton Kahuripan sendiri diperkirakan dibangun oleh Raja Airlangga dan digunakan juga pada masa Tribuana Tungga Dewi saat bergelar Bhre Kahuripan. Namun dikatakannya, saat Airlangga membagi dua kerajaannya, Kahuripan berada di timur sungai. Dengan pengandaian jika sungai tersebut adalah Sungai Brantas, maka Kahuripan terletak di timur Brantas, jika di Jombang, berada di Selatan Brantas.
Pada Laporan Survey Penyelamatan di Situs Sumberbeji beberapa waktu yang lalu juga digambarkan tentang Situs Petirtaan Sumberbeji dengan lokasi-lokasi arkeologis di sekitar Kecamatan Ngoro, Jombang seperti Candi Arimbi di Kecamatan Bareng dan temuan arkeologis di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngoro, serta di Desa Bulurejo, Kecamatan Diwek, Jombang. Nah apakah, lokasi temuan Sugihwaras dan Bulurejo merupakan Keraton Kahuripan yang hingga kini masih belum ditemukan, tentu hal itu masih perlu pembuktian-pembuktian secara ilmiah.
Apakah Situs Sumberbeji memiliki keterkaitan dengan temuan arkeologis Sugiwaras dan Bulurejo, tentang hal ini, Wicaksono menjelaskan, dia meyakini, ketiga lokasi ini memiliki hubungan historis. Disebutnya, Petirtaan Sumberbeji petirtaan para raja yang merupakan bagian dari komponen Kedaton (Keraton).
“Tidak mungkin petirtaan semegah ini dia lepas sendiri tanpa komponen pemukiman Keraton. Pola petirtaan ini, kita analogikan dengan pola yang ada di Situs Trowulan misalnya, atau kita analogikan dengan Keraton Jogja, dimana Keraton ada di utara, sedangkan Taman Sari dan Keputren ada di selatan,” kata Wicaksono.
Sedangkan Kepala BPCB Jatim, Andi M Said mengatakan, untuk rencana melanjutkan ekskavasi tahap selanjutnya di Situs Sumberbeji ini kemungkinan akan dilakukan tahun 2020 mendatang. Kecuali jika Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jombang maupun dari pihak desa menyediakan pembiaayaan, maka pihaknya bisa melakukan pendampingan. “Karena harus kita teruskan, nggak bisa seperti ini. Selanjutnya kita rencananya mau memugar kalau sudah selesai ekskavasi ini,” ucap Andi M Said.
Untuk lokasi ditemukannya jejak arkeologis di Desa Sugihwaras, Ngoro maupun Desa Bulurejo, Kecamatan Diwek, Jombang, dijelaskannya, pihaknya masih melihat skala prioritas apakah akan melakukan ekskavasi besar-besaran ke kedua lokasi tersebut atau tidak. “Kita juga terbatas kan, jadi kita lihat nanti skala prioritasnya. Tapi kelihatannya kita prioritaskan ini dulu (Sumberbeji),” pungkas Andi. [arif yulianto]

Tags: