Diterima Bidikmisi Karena Inovasi Enceng Gondok

Siti berhasil diterima di UNAIR melalui jalur SNMPTN di UNAIR, Farmasi menjadi program studi pilihannya.

Surabaya, Bhirawa
Bermodalkan torehan prestasi yang pernah di ukir saat duduk dibangku SMA, siapa sangka mengantarkan Siti Nur Kholisah menjadi mahasiswa bidikmisi Universitas Airlangga (Unair). Di Unair, Farmasi menjadi program studi pilihannya.
Bukan tanpa sebab, Siti diterima karena saat duduk di bangku SMA ia menciptakan inovasi kemasan alternatif pengganti styrofoam yang mengandung bahan kimia yang bersifat karsinogen (penyebab kanker). Yaitu dengan menggunakan bahan dasar tanaman eceng gondok yang banyak dijumpai di daerah aliran sungai.
Inovasi yang dihasilkan mahasiswa asal SMA Negeri 1 Kedungpring Lamongan tersebut adalah Biofoam Engkong (Biodegradable Foam dari Eceng Dondok dan Tepung Singkong).
Dari inovasi itulah ia berhasil meraih juara I Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) kategori Matematika, Sains dan Teknologi, yang diselenggarakan Direktur Direktorat Pembinaan SMA pada 15-20 Oktober 2018, di Semarang
Siti mengungkapkan, latar belakang dari penelitian tersebut muncul karena kepedualiannya terhadap lingkungan sekitar. Utamanya, karena banyaknya jumlah sampah dalam bentuk styrofoam di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Selain itu, eceng gondok menjadi tumbuhan yang melimpah ditemui di area sungai. Total ada 1.571,31 smpah styrofoam yang mengandung bahan pemicu kanker.
“Banyak ditemukan di TPA Benowo. Kalau benzena, carsinogen, dan styrene sebagai bahan styrofom terkena panas, ini akan mengakibatkan terganggunya kesehatan masyarakat,” ungkap Siti.
Gadis kelahirn Lamongan, 19Januari 2001 ini menjelaskan bahwa pada penelitian tersebut, ia mencoba membandingkan antara eceng gondok dan tepung singkong hingga menemukan perbandingan yang tepat. Di mana enceng gondok mempunyai kandungan serat selulosa cross and bevan sebesar 54,51% dari berat total, dengan penambahan kadar tepung singkong yang tepat akan menghasilkan biofoam yang kuat dalam menahan beban.
“Dalam penelitian yang dilakukan ditemukan, tujuh gram kristal eceng gondok dengan tiga gram kristal tepung singkong menghasilkan perbandingan yang tepat, sehingga dapat menopang beban yang maksimal,” tambahnya. Apalagi, dari hasil penelitian itu juga ditemukan kelebihannya, yakni memiliki efektifitas dalam penggunaan bahan eceng gondok yang banyak tersedia di alam, kuat, dan inovasi yang ramah lingkungan karena hanya membutuhkan waktu singkat untuk terurai dibantingkan styrofoam.
“Biofoam Engkong memiliki berbagai kelebihan, di antaranya menggunakan eceng gondok yang banyak dijumpai di sungai, kuat dalam menahan beban, dan yang paling utama mudah terdegradasi, karena hanya membutuhkan waktu 35 hari,” pungkasnya. [ina]

Tags: