Dituding Provokatif, Masyarakat Melanesia Geruduk LBH Surabaya

Massa aksi yang mengatasnamakan Keluarga Besar Masyarakat Melanesia mendatangi LBH Surabaya menolak campur tangan LBH yang dinilai provokatif.

Surabaya, Bhirawa
Dinamika terus terjadi mengiringi sejumlah kerusuhan yang terjadi di Papua menyusul aksi di Asrama Mahasiswa Papua Jalan Kalasan Surabaya dan Malang.
Kali ini, giliran Keluarga Besar Masyarakat Melanesia Surabaya menggeruduk kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya di Jalan Kidal nomor 6 Surabaya, Kamis (29/8).
Ratusan massa ini menuding LBH Surabaya telah bertindak provokatif dan memperkeruh suasana di Jatim dan Papua pasca kerusuhan di Surabaya dan Malang.
Masyarakat Melanesia merupakan gabungan dari berbagai daerah di Indonesia Timur. Mulai dari Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Mengawal agar proses ini tidak memicu permasalahan yang akan mengacaukan hubungan suku, agama dan ras. Kami mencintai NKRI dan kami ingin bersama-sama mengawal,” tutur Wakil Ketua Maluku Satu Rasa Irwan Marasabessyi di sela-sela aksinya. Sebagai kuasa hukum, lanjut Irwan, LBH diharapkan untuk mengawal tanpa ada unsur politik dan intervensi asing.
Sementara itu, Koordinator Aksi Nusa Halley mempermasalhkan banyaknya hoaks dalam pemberitaan di asrama mahasiswa Papua. Bahkan menurutnya ada pihak-pihak tertentu yang terindikasi melakukan provokasi, seolah-olah ada intimidasi dan pengusiran terhadap mahasiswa Papua di Jatim.
Hal tersebut berdampak pada ketakutan dan kekhawatiran orang Papua yang berada di Jatim untuk bersosialisasi. Dalam aksi tersebut, setidaknya beberapa poin tuntutan yang disampaikan massa aksi. Di antaranya ialah meminta LBH untuk bijaksana dan mengedepankan persatuan dan kesatuan dalam melihat permasalahan mahasiswa Papua.
Kedua, permasalahan Papua jangan ditunggangi kepentingan politik dan asing. Menolak LBH Surabaya dalam masalah Papua karena hanya menambah masalah kebangsaan.
Menolak LBH Surabaya ikut campur dan menjadi provokator dalam permasalahan Papua sehingga mengadu domba masyarakat Papua di Surabaya dengan warga setempat.
Sementara itu, Ketua Divisi Riset LBH Surabaya Sahur menuturkan, pihaknya telah dianggap ikut campur dan memperkeruh suasana dan seakan-akan LBH membuat orang Papua di Surabaya tidak aman.
Dia menegaskan, posisi LBH adalah kuasa hukum dan lembaga yang konsen dalam menyikapai isu Hak Asasi Manusia (HAM). Jadi yang dilakukan adalah murni pendampingan hukum, tidak lebih dari itu.
“Saya sudah menyampaikan pada teman-teman, cek ke semua media apakah ada yang menganggap kawan-kawan (Papua) tidak aman di Surabaya,” tutur Sahura.
Terkait permasalahan 16- 17 Agustus di asrama mahasiswa Papua, pihaknya mendorong siapapun pelaku rasisme harus diadili secara hukum. Bahkan jika benar anak-anak di dalam asrama itu melakukan perusakan terhadap bendera merah putih, harus diproses secara hukum berdasarkan KUHP.
“Ada beberapa tuntutan yang sudah sesuai dengan kami. Kecuali, poin tentang LBH sebagai penambah masalah dalam hal ini. Klarifikasi kami, bahwa LBH murni memberikan bantuan hukum,” ungkap dia.
Pasca tanggal 17, LBH tidak lagi mewakili mahasiswa Papua di asrama. Pihaknya menegaskan itu sebagai bagian dari konsen LBH untuk isu HAM. Hal itu juga dilakukan LBH sejak 2018.
Sejumlah peristiwa dianggap melanggar hak seperti ketika melakukan aksi kemudian direpresi. “Kami mencatat persoalan yang dialami mahasiswa Papua baik di Malang maupun Surabaya sejak 2018 ada 9 kasus. Sebenarnya kami selalu mendampingi karena memang diminta kawan-kawan,” pungkas dia.n [tam]

Tags: