Divonis Dua Tahun, Wali Kota Malang Nonaktif Dicabut Hak Politiknya

Wali Kota Malang Nonaktif, Muhammad Anton usai menjalani sidang putusan dugaan kasus korupsi yang menyeretnya, Jumat (10/8) di Pengadilan Tipikor Surabaya. [abednego/bhirawa]

Tipikor, Bhirawa
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya menjatuhkan vonis dua tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan pada Wali Kota Malang nonaktif Muhammad Anton. Terdakwa dianggap bersalah dalam dugaan kasus suap pembahasan APBD-Perubahan Pemkot Malang tahun anggaran 2015.
Selain pidana penjara dan denda, pria yang akrab disapa abah Anton ini juga dicabut hak politiknya selama dua tahun. Pencabutan hak politik terdakwa terhitung setelah terdakwa menjalani hukuman. Ketua Majelis Hakim Unggul Warso Murti menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam hal ini, lanjut Unggul, terdakwa terbukti memberi hadiah atau janji sejumlah anggota DPRD untuk pembahasan dan pengesahan APBD-P Pemkot Malang. “Menjatuhkan pidana dua tahun penjara dan denda Rp 200 juta, subsider empat bulan kurungan. Terdakwa juga dicabut hak politiknya selama dua tahun terhitung setelah menjalani masa hukuman,” kata Ketua Majelis Hakim Tipikor Surabaya, Unggul Warso Murti di Pengadilan Tipikor, Jumat (10/8).
Vonis Majelis Hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menuntut terdakwa dengan hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider enam bulan penjara serta pencabutan hak politik selama empat tahun. Sesaat setelah mendengar putusan Majelis Hakim, Anton langsung berdiri mendekati tim penasehat hukumnya. Sesaat kemudian, dia kembali duduk dan berusaha menjawab pertanyaan hakim atas putusan itu.
“Saya menerima Pak Hakim,” jawab Anton dihadapan Majelis Hakim.
Penasehat hukum Anton, Haris Fajar Kustaryo, usai sidang menyatakan, pihaknya tentu ikut dengan apa kata kliennya. Bahkan Ia berkesimpulan bahwa, Anton orangnya tidak bertele-tele dan cepat mengambil keputusan. Sikap menerima itu, kata dia, bukan diartikan kliennya bersalah. Namun itu sebagai pertanggungjawaban pimpinan dari tindakan anak buah.
“Dia mengaku teledor dalam melakukan pengawasan terhadap anak buah,” terangnya.
Sementara itu, Jaksa KPK, Arif Suhermanto mengaku masih pikir-pikir dengan vonis tersebut. Putusan Majelis Hakim ini akan terlebih dulu disampaikan pada pimpinan KPK. Baru setelah itu mengajukan banding atau tidak. “Mengingat putusan dari Majelis Hakim lebih rendah dari tuntutan kami, maka akan kami diskusikan dengan pimpinan KPK,” tegasnya.
Sebagaimana diberitakan, Muhammad Anton ditahan pada Selasa, 27 Maret 2018. Anton ditahan usai menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka dugaan kasus korupsi suap pembahasan APBD Perubahan Pemerintah Kota Malang tahun anggaran 2015. Dalam hal ini, Anton yang saat itu berstatus sebagai Wali Kota Malanh, dianggap bersalah karena diduga memberi hadiah atau janji pada belasan anggota DPRD Kota Malang untuk pembahasan dan pengesahan APBD-P Pemkot Malang. [bed]

Tags: