Dokter Kesulitan Cari Penyebab Penyakit Kawasaki

Kondisi balita berusia 8 bulan Rayyanza Hamizan Meyfiddanca yang diduga terkena penyakit Kawasaki mulai membaik saat diperiksa Dokter Spesialis Anak, dr Agus Harianto SpA(K) di Siloam Hospital Surabaya, Rabu (31/1) kemarin. [Gegeh Bagus Setiadi/bhirawa]

Surabaya, Bhirawa
Penyakit Kawasaki yang baru-baru ini menyerang balita di Surabaya hingga saat ini belum bisa diketahui penyebabnya. Dokter Spesialis Anak, dr Agus Harianto SpA(K) menjelaskan penyakit ini hanya dapat didiagnosis secara klinis dan tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus.
“Penyakit Kawasaki itu bukan virus. Sampai sekarang penyebabnya belum diketahui pasti. Penyakit ini ditemukan pertama kalinya oleh dr Kawasaki di Jepang,” tegasnya saat ditemui Bhirawa di Siloam Hospital Surabaya, Rabu (31/1) kemarin.
Ia mengungkapkan banyak dokter kesulitan mendiagnosis penyakit langka ini. Berbagai gejala yang disebabkan oleh penyakit ini bisa menimbulkan diagnosis yang berbeda. Gejala awalnya panas demam yang sangat tinggi selama lima hari meski sudah diberi obat penurun panas. “Jadi menter saja meski dikasih obat,” katanya.
Kemudian, lanjut dr Agus, kedua matanya memerah disertai pembesaran kelenjar dan nyeri pada perut. “Sehingga pasien didiagnosis seperti campak atau demam berdarah. Pembengkakan kelenjar getah bening di leher juga bisa dikira penyakit gondok,” lanjutnya.
Ia melanjutkan gejala lainnya seperti kejang bisa dikira meningitis. Sehingga pemeriksaan penyakit kawasaki paling akurat bisa dilakukan oleh dokter spesialis Jantung. “Ada 3 stadium pada penyakit Kawasaki ini,” ujarnya.
Yaitu pada stadium atau fase akut pada 10 hari pertama yang biasanya demam seperti demam berdarah. Demam ini tidak merespon pengobatan antibiotika.”Selain demam, akan muncul gejala-gejala lainnya yaitu mata merah namun tidak terdapat kotoran mata, bibir tampak memerah dan pecah-pecah, lidah juga tampak sangat merah seperti tomat, disertai kemerahan merata pada rongga mulut,” paparnya.
Kemudian fase sub akut pada hari ke-11 hingga ke-25. Menurutnya, pada fase ini penyakit mulai menyerang pembuluh darah dan jantung. Arteri koroner menggelembung, terdapat cairan di rongga selaput jantung, gagal jantung bahkan sampai infark miokard.
Bahkan, kata dr Agus, jumlah trombosit darah bisa meningkat. Terdapat juga pengelupasan kulit di ujung jari tangan dan kaki, kemerahan, demam dan benjolan di leher menghilang. “Terakhir fase konvalesen atau penyembuhan pada lebih dari 25 hari,” jelasnya.
Ia memaparkan kasus ini memang sulit dideteksi dokter jika memang belum pernah menanganinya. Meskipun terbilang langka, dokter yang membuka praktik di area Mulyosari, Surabaya ini menemukan beberapa kasus Kawasaki tiap tahunnya di Surabaya. “Tahun 2017 ada 2 pasien saya yang didiagnosa penyakit ini,” imbuhnya.
Pihaknya mengevaluasi yang paling penting adalah kelainan jantungnya. Sebab, ini komplikasi yang paling parah apabila panasnya lebih dari 10 hari. “Alhamdulillah bayi ini jantungnya bagus. tapi pembuluh darahnya ini memang membutuhkan obat yang mahal sekali. satu botol itu harganya 9,5 juta 50 cc. Padahal diperlukan 150 cc,” pungkasnya. (geh)

Tags: