Dokter Spesialis Enggan Jadi PNS

Kepala Dinkes Provinsi Jatim, Dr dr Kohar Hari Santoso SpAn KIC KAP

Dinkes Jatim, Bhirawa
Pendaftaran Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Formasi dokter spesialis di Jatim sepi peminat. Ada beberapa faktor hingga dokter dengan kekhususan itu tidak mendapatkan respon. Salah satunya karena tawaran diluar PNS yang lebih menggiurkan.
Jika merujuk data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Jatim, dari total ketersediaan dokter spesialis 4.055 jiwa di Jatim masih kekurangan 1.969 dokter spesialis. Terkait hal itu beberapa skenario dilakukan termasuk melakukan pemetaan kebutuhan dokter spesialis.
Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Katolik Widya Mandala (UKWMS), Prof dr W.F. Maramis SpKJ (K) mengungkapkan dokter spesialis di Jatim harus membutuhkan ketersediaan alat-alat medis yang mendukung. Kalau tidak, mereka bakal memilih berada di kota-kota besar seperti Surabaya.
Menurutnya, salah satu faktor dokter spesialis lebih memilih berada di kota-kota besar adalah adanya alat-alat canggih yang menunjang seorang dokter. “Kalau di daerah, apalagi yang pelosok itu peralatannya kurang. Karena seorang dokter spesialis itu mestinya ada alat-alat canggih yang mendukung selama bertugas,” katanya.
Ia meminta pemerintah dalam hal ini Bupati yang ada di Jawa Timur harus memprioritaskan di sektor kesehatan. Seperti halnya pada sektor – sektor lainnya yang diprioritaskan secara tinggi. “Selama ini kan peralatan yang ada di daerah masih tergolong kualitasnya rendah,” terangnya.
Ia mengutarakan bahwa saat ini dokter spesialis yang paling banyak dibutuhkan yakni spesialis penyakit dalam, bedah dan juga dokter spesialis kesehatan jiwa. Hal ini juga dinilai sejalan dengan program Pemprov Jatim yakni bebas pasung. “Padahal, meski banyak yang sudah dilepas tapi masih banyak masyarakat yang takut. Jadi ini perlu diperhatikan juga,” imbuhnya.
Oleh sebab itu, ia berpesan kepada pemerintah untuk terus melakukan pendataan di setiap Kabupaten/Kota akan persebaran dokter spesialis. Hal ini dinilai penting lantaran kebutuhan dokter spesialis di setiap daerah berbeda satu sama lain.
“Jadi, tidak bisa disamaratakan kebutuhan dokter spesialis di setiap daerah. Buktinya, dulu orang yang sakit paru sudah menurun. Tapi kini mulai menunjukkan peningkatan. Artinya, pendataan secara rutin itu sangat penting,” pungkas dia.
Sementara itu Kepala Dinkes Jatim, Dr dr Kohar Hari Santoso, tidak menampik dokter spesialis memilih di luar PNS lantaran banyak yang lebih menggiurkan. “Tidak bisa kita pungkiri tawaran di luar PNS itu banyak yang lebih menggiurkan, dan itu juga berpengaruh. Untuk mengatasi kekurangan dokter spesialis kita mengidentifikasi lokasi-lokasi dan rumah sakit mana yang betul-betul butuh untuk tenaga dokter spesialis,” ungkapnya.
Selain itu, dr Kohar mengatakan, untuk mengisi kekosongan dokter spesialis di beberapa daerah pemerintah mempunyai program lain selain CPNS. Yakni program wajib magang bagi dokter spesialis dan program Nusantara Sehat dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes). “Jadi kekosongan itu bisa relatif terisi, walaupun memang sifatnya temporer tidak asli seperti PNS,” terangnya.
Kohar menjelaskan pihaknya juga telah melibatkan dokter sudah purna untuk diperpanjang masa kerjanya. Dengan begitu untuk sementara hal itu dirasa bisa mengisi keksongan dokter spesialis. “Kita juga akan kerjasama dengan Fakultas Kedokteran, sehingga peserta didik yang hampir lulus itu bisa diajak kerjasama dengan dimagangkan,” jelasnya. [geh]

Rate this article!
Tags: