Dolar Menguat, Investasi Resto dan Kafe Turun

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Kuatnya mata uang dolar dalam mencengkram rupiah membuat sektor bisnis kuliner di Surabaya mengalami perlambatan. Pertumbuhan kafe dan restoran di Jatim banyak mengalami penundaan investasi akibat kurs dolar dan adanya kenaikan untuk bea masuk bahan baku impor pada Juli lalu.
Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) Jatim Tjahjono Hariono,menguraikan kondisi pada saat ini sangat jauh berbeda dengan tahun yang lalu yang avarage pertumbuhan restoran dan kafe di Jatim bisa mencapai 20%-30%. Namun sampai akhir tahun ini hanya akan tumbuh 15%.
“Banyak rekan yang hendak menginvestasikan modal dalam bentuk restoran dan kafe lebih memilih untuk menunda membuka bisnisnya karena nilai dolar sedang gila-gilaan, ditambah naiknya bea masuk bahan impor. Rekan-rekan lebih menunggu situasi yang pas untuk menaruh investasi di waktu yang lebih menjanjikan,” ucapnya, Rabu (19/8) kemarin.
Aturan tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/0.10/2015. Sedikitnya terdapat 1.151 item produk impor dari ratusan jenis barang konsumsi yang tarif bea masuknya disesuaikan, dengan kenaikan 10%-150% dari harga dasar.
Kenaikan bea masuk tersebut antara lain minuman etil alkohol dengan kadar alkohol kurang dari 80% seperti brandy, whisky, rum dan anggur. Sedangkan bea masuk untuk makanan dan minuman sehari-hari juga dikenakan seperti kopi, teh, ikan salmon, dan sosis impor.
“Produk konsumsi harian yang di nikmati masyarakat juga terkena bea impor yang telah di atur. Tidak jarang kebutuhan sehari-hari ikut merangkak naik. Karena ada pula masyarakat yang gemar dengan kompi impor. Ataupun mereka yang telah menekuni binis kopi impor,” ujarnya.
Tjahjono menambahkan, jelang akhir tahun ini setidaknya masih ada 7 sampai 10 kafe dan restoran yang akan beroperasi. Sehingga sepanjang 2015, total ada 20 kafe dan restoran baru di Jatim.
“50% kafe dan restoran baru yang di Jatim tahun ini memilih mengambil konsep stay alone atau berdiri atas bangunan sendiri, dan 50% lainnya memilih sewa di dalam mal. Pengusaha kafe dan restoran memilih langkah itu karena berkaitan dengan tingginya harga lahan terutama di kota-kota besar,” jelasnya.
Kafe dan restoran yang masuk tahun ini juga kebanyakan adalah brand lokal sekitar 60% nya, sedangkan lainnya merupakan brand asing yang kebanyakan memilih hadir di Kota Surabaya sebagai cara menjangkau pasar kedua setelah Jakarta.
Dari data yang di miliki Apkrindo Jatim yang telah di update tercatat jumlah pengusaha kafe dan restoran di Jatim ada 230 anggota. Sedangkan jumlah restoran di Surabaya untuk segmen menengah ke atas ada sekitar 600 usaha, dan di segmen menengah ke bawah ada sekitar 2.000 usaha. [wil]

Tags: