DP3AK Jatim Berharap Polda Menangkal WO Ajak Nikah Muda

Dr Andriyanto SH MKes

Pemprov Jatim, Bhirawa
Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Provinsi Jatim berharap Polda Jatim menangkal dan menginvestasi wedding organizer (WO), yang mengajak untuk perkawinan anak atau nikah muda. Seperti yang baru saja dilakukan oleh WO Aisha Weddings yang secara masif mengajak menikah muda.

“Apapun alasannya, mengajak untuk menikah muda itu tidak benar. Dari segi aspek kesehatan perkawinan anak banyak dampak buruknya. Seperti berakibat tingginya angka kematian ibu dan bayi, stunting dan kehilangan generasi unggul, dikarenakan organ reproduksi perempuan dan laki-laki yang masih di bawah umur masih belum matang dan berisiko tinggi ketika hamil,” ujar Kepala DP3AK Provinsi Jatim, Dr Andriyanto SH MKes, saat dikonfirmasi, Selasa (16/2).

Seperti yang diketahui, baru-baru ini viral di media sosial adanya WO bernama Aisha Weddings, yang secara masif memposting di facebook dan media sosial lainnya, bahkan dalam bentuk brosur mengajak menikah muda. Postingan tersebut seperti “Menikah Muda itu Baik bagi Anak-anak, Hal Indah Ini Hanya Dirasakan oleh Kamu yang Menikah Muda dan Isha Weddings Percaya akan Pentingnya Nikah Siri”.

Menurut Andriyanto, awal 2021 sebenarnya telah diterbitkan SE Gubernur Jawa Timur Nomor. 810 Tahun 2021 tanggal 18 Januari 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak kepada Bupati/Walikota se- Jawa Timur. SE ini bertujuan meningkatkan perlindungan anak; memenuhi hak anak; mengendalikan kuantitas dan meningkatkan kualitas penduduk; serta untuk meningkatkan kualitas kesehatan anak.

“Ajakan untuk melakukan perkawinan anak oleh WO menjadi kontra produktif, dan berakibat buruk bagi generasi muda di Jawa Timur yang dari hasil Sensus Penduduk terdapat 23,96 persen termasuk Generasi Z yang perkiraan usia sekarang 8-23 tahun. Boleh dikata Jawa Timur akan kehilangan satu generasi (loss generation) ke depannya, bila ajakan ini tidak segera dicegah,” terangnya.

Berdasarkan data dari Pengadilan Tinggi Agama (PTA) di Surabaya, perkawinan anak, usia di bawah 19 tahun laki-laki dan usia di bawah 16 tahun perempuan, di Jawa Timur meningkat dari tahun 2019 sebanyak 3,29 persen (11.211 perkawinan anak dari 340.613 perkawinan) menjadi 4,79 persen (9.453 dari 197.068), dan pengajuan dispensasi perkawinan lebih banyak dari pihak perempuan.

Akibat perkawinan anak, lanjut Andriyanto, juga sebagai pemicu munculnya kekerasan terhadap perempuan dan anak. Data Simfoni (Sistem Informasi Online Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak) di Jawa Timur menunjukkan adanya 2.001 kekerasan yang 38,9 persen diantaranya kekerasan seksual dan kejadiannya 60,9 persen di rumah tangga. Sehingga dari berbagai aspek, perkawinan anak lebih banyak keburukannya.

“Yang penting dilakukan segera, bupati/wali kota memfasilitasi dan menyediakan sarana prasarana pembentukan Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) atau sejenisnya, guna memberikan layanan konseling keluarga dan pendampingan untuk mendapatkan pemenuhan hak atas pendidikan, kesehatan serta ketrampilan yang karena sesuatu hal dengan sangat terpaksa melakukan perkawinan anak,” ungkapnya.

Selain itu, diharapkan pula bupati/wali kota memfasilitasi dan mendorong pelaksanaan sekolah calon pengantin bagi remaja yang akan melaksanakan pernikahan guna mendapat ketrampilan dan pengetahuan persiapan kehidupan berumah tangga.

“Semoga masyarakat Jawa Timur, terutama Generasi Z-nya, lebih cerdas dalam bersikap dan bereaksi bila ada ajakan semacam ini, sehingga pada akhirnya jumlah perkawinan anak dan jumlah permohonan dispensasi perkawinan di Jawa Timur menurun tajam,” tandasnya. [iib]

Tags: