DP3AK Jatim Jadikan Perlindungan Anak Sebuah Branding

Dr Andriyanto SH MKes

Agar Kekerasan terhadap Anak-anak Bisa Diminimalkan
Pemprov, Bhirawa
Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Provinsi Jatim, kini tengah berusaha agar masalah perlindungan anak menjadi perhatian semua pihak. Sebab masalah kekerasan terhadap anak di Jatim masih cukup tinggi.
“Kami telah melakukan berbagai macam kegitan. Tujuannya agar masalah perlindungan anak ini menjadi sebuah branding, disosialisasikan sehingga akan membentuk opini publik sekaligus membentuk kontruksi perlindungan anak,” ujar Kepala DP3AK Provinsi Jatim, Dr Andriyanto SH MKes, saat dikonfirmasi, Senin (1/2).
Salah satu upaya agar bisa membentuk branding ini dengan mengadakan webinar tentang implementasi sistem penyelenggaraan perlindungan anak, yang baru saja digelar pada Jumat 29 Januari lalu. Webinar itu diikuti sejumlah pembicara mulai dari UNICEF Perwakilan Jawa, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Sahabat Anak Indonesia, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Tulungagung dan Ketua Kadin Jatim.
“Dalam webinar ini diikuti Kepala Dinas yang membidangi perlindungan anak di kabupaten/kota, LSM dan beberapa media. Tujuan acara ini mensosialisasikan bagaimana sistem penyelenggara perlindungan anak di Jatim agar bisa lebih terpadu dan dipahami oleh masyarakat. Sehingga perlindungan pada anak – anak bisa lebih masif diimplementasikan,” ujar Andriyanto.
Masalah perlindungan anak, lanjutnya, selama ini masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Padahal anak adalah generasi penerus yang harus diselamatkan baik fisik maupun psikologinya. Apalagi jumlah kekerasan terhadap tiap tahun juga masih ada dan angkanya masih mengkhawatirkan.
Berdasarkan data dari Simfoni (Sistem Informasi Online Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak) di Jawa Timur menunjukkan adanya 2.001 kekerasan yang 38,9% diantaranya kekerasan seksual dan kejadiannya 60,9 persen di rumah tangga.
“Kenapa ini saya tekankan, karena perlindungan anak selama ini masih diremehkan. Kalau seandainya kasus kekerasan anak itu ada, seolah – olah masyarakat tidak begitu peduli. Padahal sebenarnya ini masalah masyarakat itu sendiri. Makanya kalau tidak dibranding dan dikonstruksi pemikiran masyarakat bisa sangat bahaya. Seharusnya anak itu harus dilindungi,” ungkapnya.
Masalah anak, kata Andriyanto, sangatlah banyak. Bukan hanya masalah kekerasan saja, tapi juga soal stres saat masa pandemi harus melakukan proses belajar di rumah. Ada juga kasus eksploitasi seksual anak, bulliying, anak yang lahir tanpa orang tua atau yatim piatu, anak dari keluarga radikalisme dan ekstrimisme hingga anak yang berhadapan dengan hukum.
“Lewat webinar yang kami selenggarakan itu, kami ingin menyatukan pemikiran tentang sistem perlindungan anak sebagai kontruksi sosial, agar masyarakat itu mampu secara mandiri untuk menemukan masalah anak dan memberikan solusinya,” tandasnya. [iib]

Tags: