DPO Kejari Sidoarjo Diduga Kabur ke Arab Saudi

DPOSidoarjo, Bhirawa
Upaya Kejaksaan Negeri (Kajari) Sidoarjo mengeksekusi Agus Sukiranto, terpidana utama kasus korupsi pengadaan tanah Desa Boro, Kec Tanggulangi yang mengakibatkan kerugian negara senilai Rp3,093 miliar, kemarin gagal. Sebab ketika aparat kejaksaan mendatangi rumahnya di Perumahan Pondok Jati, Sidoarjo ternyata Agus masih berada di Arab Saudi, mengantarkan jamaah umroh.
Terpidana Agus rupanya ingin lari dari kejaran aparat kejaksaan. Padahal komplotannya sudah kooperatif dan telah dieksekusi. Namun Agus berdalih mendampingi jamaah Umroh di Mekkah dan tidak mau dieksekusi.
Selasa siang, jaksa mendatangi rumahnya tetapi hanya ada anak-anaknya. Menurut pengakuan anaknya terpidana kini berada di Mekkah mendampingi jamaah umroh. Namun petugas tak mempercayai keterangan itu. Saat penggeledahan, Agus yang tak tahu rumahnya didatangi jaksa mencoba menelepon anaknya. Namun setelah diberi tahu anaknya, kalau dicari petugas telepon langsung dimatikan.
Sementara salah satu saudara Agus memprotes tindakan jaksa yang menggeladah rumah dan akan dilaporkan ke Polisi. Namun Kasi Pidsus, Nusrim SH mempersilahkan keluarga terpidana untuk lapor polisi. ”Silahkan di laporkan polisi. Ini nama saya,” katanya sambil menunjukkan name text di dadanya.
”Kami tak yakin dia ada di Mekkah,” kata petugas. Agus berkomplot dengan terpidana lain, Slamet Hariyanto, membobol uang negara Rp3,093 miliar dalam proyek pengadaan tanah Desa Boro, Kec Tanggulangin. Sebelum menjadi makelar tanah, sudah lama Bacabup Sidoarjo ini menjalankan bisnis ibadah haji. Dia seharusnya menjalani hukuman empat tahun penjara sesuai putusan MA. Petugas berjanji akan menjemput Agus setelah kembali dari Arab Saudi.
Berbeda dengan Ir Slamet Hariyanto yang lebih koperatif dengan menyerahkan diri ke Kejari. Walaupun ada upaya PK (Peninjauan Kembali) tetapi tak menghalangi tindakan jaksa melakukan eksekusi. Setelah putusan MA turun terkait kasus korupsi pembangungan Gardu Induk (GI) PLN, No.1216 K/Pid.Sus 2012, tim gabungan Pidsus dan Intel Kejari Sidoarjo mengeksekusi Ir Slamet Hariyanto, warga Jl Sultan Agung X Nc RT 08 RW 21 Kel Purwantoro, Kec Blimbing, Malang, Sabtu (17/1).
Terpidana dieksekusi di rumah elitnya dengan menggunakan mobil Nissan Evalia SV nopol W 509 PP. Sesampai di Kejari Sidoarjo, usai menandatangani berita acara, terpidana lansung di kirim ke Lapas Deltra Sidoarjo. Mantan manager proyek pembangkit dan jaringan Jatim, Bali dan Nusa Tenggara Barat (Prokiting JTBN) di vonis MA empat tahun penjara, denda Rp200 juta dan subsider kurungan enam bulan kurungan.
Menurut Kasi Intel Kejari Sidoarjo Suhartono, tim sudah mendeteksi keberadaan terpidana pulang ke Malang, yang semula tugas di Jakarta. Setelahnya, tim berkordinasi dan melakukan penangkapan.
”Terpidana kooperatif dan tak menyulitkan eksekusi. Kami datang ditemui istrinya dan terpidana sedang mengantarkan anaknya sekolah. Begitu datang, terpidana lansung kami bawa ke Sidoarjo untuk menjalani hukuman atas perbuatannya,” tegasnya.
Ditambahkan Suhartono, proyek GI Tanggulangin ini sebagai ganti gardu induk di Porong yang terancam lumpur tahun 2007. PLN kemudian mengadakan proyek dan dipindah ke kawasan Boro, Kec Tanggulangin, yang sejarak sekitar 3 kilometer dari lokasi aman ancaman lumpur. ”Tapi dalam praktek mendapatkan lahan, ada unsur korupsi atau kerugian negara yang ditimbulkan,” tegasnya.
Seperti diketahui, dalam praktek pengadaan tanah seluas sekitar 28.120 m2 untuk GI PLN di Desa Boro, Tanggulangin, Slamet Hariyanto selaku manager, bekerjasama dengan broker tanah terdakwa H Agus Sukiranto, untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain yang merugikan negara Rp3.093 miliar. Harga tanah yang semula dari 36 petani seharga Rp110 ribu per meter, dalam proposal yang diajukan Rp225 ribu per meter. PLN akhirnya mengeluarkan dana sebesar Rp6.327 miliar.
Selain Slamet Hariyanto, dalam korupsi GI PLN Boro, ada beberapa pejabat PLN dan lainnya juga terseret karena menikmati hasil korupsi dalam pengadaan tanah, yang harganya dimarkup. Diantaranya, Zulkarnaen, Sri Utami, Budiman dan Abdul Hakim. [hds]

Tags: