DPR-RI : Kebocoran Soal UN Terjadi Sistematis

Anggota Komisi X DPR RI T Taufiqulhadi

Anggota Komisi X DPR RI T Taufiqulhadi

Jakarta, Bhirawa
Anggota Komisi X DPR RI T Taufiqulhadi mengatakan soal ujian nasional (UN) yang bocor dan beredar di internet tidak terjadi serta-merta, namun dilakukan secara sistematis.
“Kebocoran soal yang terjadi saat ini, tidak terjadi serta-merta tapi secara sistematis. Oleh karena itu perlu diusut tuntas,” ujar Taufiqulhadi di Jakarta, Kamis (16/4) kemarin.
Sebanyak 30 soal UN bocor di internet. Soal itu diunggah ke penyimpanan data google atau google drive. Hal itu diketahui oleh seorang guru di Jakarta, yang kemudian melaporkannya ke Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).
Saat ini, tautan tersebut sudah diblokir. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menduga ada campur tangan percetakan dalam kebocoran soal itu.
“Kalau memang benar, pelaku kebocoran itu adalah oknum di Percetakan Negara, maka harus diselediki secara tuntas apa maksud dari membocorkan soal itu,” kata dia.
Politisi Nasdem itu menjelaskan bahwa kunci untuk mencegah kebocoran adalah penegakan hukum. Jika konsisten penegakan hukum tanpa pandang bulu, maka masyarakat sadar tentang pentingnya kejujuran. Meski tak menjadi penentu kelulusan, pelaksanaan UN masih sarat dengan kebocoran dan perilaku tidak jujur. Tidak hanya di Jakarta, kebocoran juga terjadi di Yogyakarta dan Sumatera Barat.
Tuntutan Pembatalan UN Tidak Adil
Pengamat pendidikan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Titik Handayani mengatakan tuntutan dan isu pembatalan Ujian Nasional (UN) 2015 merupakan suatu hal yang tidak adil bagi pihak-pihak yang sudah melaksanakan dengan baik.
“Sebagai sebuah sistem yang baru awal diimplementasikan, yaitu ujian berbasis komputer, pasti mengalami banyak kendala di lapangan,” kata Titik Handayani dihubungi dari Jakarta. Karena itu, Titik berpendapat terlalu ekstrem dan tidak adil bila persoalan-persoalan yang muncul tersebut kemudian menjadi alasan untuk tuntutan dibatalkan.
Menurut dia, pembatalan UN hanya isu belaka yang tidak perlu ditanggapi.
“Permasalahan tentang kebocoran soal disebabkan oleh percetakan yang mengunggah soal yang sama persis ke Google Drive. Mendikbud sudah melakukan investigasi ke percetakan, karena itu perlu ada klarifikasi segera agar tidak menimbulkan keresahan,” tuturnya.
Titik justru melihat isu pembatalan UN sebagai suatu hal yang salah dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Dia sangat menyayangkan isu tersebut muncul, apalagi bila tujuannya untuk memunculkan kegaduhan politik.
“Sangat disayangkan bila persoalan pendidikan, sebagai pilar utama peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pembangunan karakter warga negara harus menjadi bagian, bahkan ‘korban’, dari kegaduhan politik. Apalagi, isu perombakan kabinet sedang berembus,” katanya.
Pelaksanaan UN 2015 mendapat kritik dari berbagai pihak. Salah satu pihak yang mengkritisi adalah Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Komisioner Bidang Pendidikan (KPAI) Susanto mengatakan pemerintah perlu melakukan perbaikan radikal dalam manajemen persiapan dan proses UN karena dari tahun ke tahun selalu ada permasalahan yang terjadi karena adanya mismanajemen.
“Masalah ini jangan sampai terjadi saat UN SMP/MTS bulan Mei 2015,” ujarnya.
Susanto mengatakan pemerintah harus bisa membuktikan bahwa revolusi mental harus terealisasi dalam pelaksanaan UN. Jika layanan UN saja gagal sesuai target, tentu akan berdampak pada kegagalan agenda revolusi mental.  [ant.ira]

Tags: