DPR RI Nilai UU Penegak Hukum Harus Direvisi

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Jakarta, Bhirawa
Menghindari kisruh antar lembaga hukum yang merembet ke perpolitikan, DPR RI menilai perlu adanya revisi UU tentang Kepolisian, UU tentang Kejaksaan Agung dan UU tentang KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Hasil revisi ketiga UU tersebut, diharapkan menjadikan ketiga lembaga penegak hukum itu bisa saling ber-sinergi. Tak ada lagi ruang untuk berbuat kegaduhan hukum dan kisruh berkepanjangan.
“Jika ketiga lembaga penegak hukum itu bisa saling ber-sinergi, maka tidak ada lagi tumpang tindih kinerja. Sebagai penegak hukum, kepolisian, kejaksaan dan KPK yang dibawah presiden itu harus independen dalam menjalankan tugasnya,” papar Ketua fraksi partai Hanura MPR RI Syarifudin Suding dalam dialog Pilar Negara bertajuk “Membangun Sinergi Lembaga Penegak Hukum” di gedung MPR RI-Senayan. Nara sumber lainnya Irman Putra Sidin, pakar hukum tatanegara, Selasa (19/5).
Menurut Syarifudin, meskipun hukum tidak bebas nilai, namun hukum juga produk politik. Termasuk KPK, dengan kewenangan yang besar bisa saja disalah gunakan, bahkan masuk arena politik. Presiden sekali pun tidak boleh melakukan intervensi ke ranah hukum. Kecuali ada alasan hukum yang kuat demi keselamatan bangsa dan bukan oleh nuansa politik.
Irman Putra Sidin melihat, kegaduhan politik yang marak dewasa ini tak terelakan lagi. Sebab secara konstitu si tidak ada jaminan kepastian hukum terhadap kinerja lembaga penegak hukum. Kepolisian dan KPK sama sama bergerak sendiri sendiri, sesuai niat dan tujuan masing-masing.
“Kepolisian, sebagai penegak hukum yang eksklusif, sudah punya aturan sendiri dalam pasal 34 UU NRI 1945. Yang didalamnya ada kewena ngan penyidikan dan penyelidikan. Kewenangan seperti itu juga dimiliki KPK, sehingga keduanya bisa saling bersaing. Menghindari persaingan tidak sehat antar lembaga penegak hukum ini harus diakhiri. Pemerintah dan DPR harus melakukan rekontruksi agar kinerja lembaga penegak hokum bisa sinkron,” tandas Irman.
Rekonstruksi lembaga penegak hukum menurut Irman agar bisa mem bangun sistem untuk mencegak korupsi, tanpa menimbulkan kegaduhan hukum dan politik. Sistem pemberantasan korupsi sampai saat ini belum selesai.
Agar tidak timbul kegaduhan, maka rekonstruksi bisa dimulai dari pimpinan parpol. Disini intervensi Presiden bisa dilakukan, sepanjang ada alasan hukum yang kuat dan bukan alasan politik. “Delik tindak pidana korupsi, harus diperbaiki dan diperjelas. Karena pasal delik ini sering disalahgunakan oleh penegak hukum sendiri,” cetus Irman. [ira]

Tags: