DPRD Jatim Imbau Pemprov Libatkan Pemkab dan Pemkot

(11 Daerah Sandang Angka Stunting Tinggi) 

DPRD Jatim, Bhirawa
Penderita Stunting atau masalah gizi kronis yang disebabkan kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu cukup lama, menjadi perhatian DPRD Jawa Timur. Hal ini karena angka penderita gangguan gizi di sebelas daerah di Jawa Timur tinggi.
Wakil Ketua DPRD Jatim, Achmad Iskandar, mengatakan pihaknya kini tengah mendorong Pemerintah Provinsi untuk ikut terlibat dalam menangani masalah stunting. “Libatkan pemkab atau pemkot yang di wilayahnya (terdapat kasus. red) stunting,” ungkapnya, Minggu (16/12) kemarin.
Achmad Iskandar juga menyampaikan, dengan peningkatan kualitas Posyandu di Jatim, seperti apa yang dilakukan oleh Pemprov, akan membantu penekanan jumlah wilayah dengan status dalam penanganan stunting di Jatim.
“Posyandu milik Pemprov Jatim sudah mendapatkan penghargaan dari Unicef, tentunya bisa dimaksimalkan dalam pencegahan stunting,” lanjut Achmad Iskandar.
Pria asal Madura tersebut memaparkan, selama ini beredar tren bahwa remaja yang kurus itu cantik. Hal tersebut mengakibatkan banyak yang mengalami kurang darah. Akibatnya, saat mereka hamil, janin dalam kandungan mengalami kekurangan asupan gizi.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Timur Dr H Soekarwo mengatakan pola asuh memegang peranan penting dalam mengatasi permasalahan stunting atau gangguan tumbuh kembang anak.
Menurut Pakde sapaan Soekarwo di Jatim terdapat 11 kabupaten/kota yang kasus stuntingnya tinggi. Ironisnya daerah itu merupakan perkotaan dan lebih banyak didominasi keluarga mampu.
“29 persen itu angka sunting itu anaknya orang kaya, jadi permasalahannya karena dia sibuk kemudian diserahkan pada pembantu. Nah pembantunya tentang asupan kurang sehingga timbul permasalahan stunting,” ungkap Soekarwo disela kampanye gerakan nasional pencegaham stunting di Jatim, Jumat (14/12) lalu.
Pakde menjelaskan data yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan RI, angka balita stunting di Indonesia saat ini masih tinggi yakni 37,2 persen atau ada sekitar 8 juta balita di Indonesia mengalami stunting setiap tahunnya.
“Kalau secara khusus stunting juga masih menjadi masalah di Jatim, dimana angka prevelensinya dibtahun 2017 mencapai 26,9 persen. Meski dari pengamatan setiap di 5 tahun terakhir ada penurunan 1 sampai dengan 2 persen tetapi di tahun 2017 mulai ada peningkatan sebesar 0,6 persen dibandingkan tahun 2016,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Jatim, Dr dr Kohar Hari Santoso menerangkan berbagai upaya dilakukan untuk melakukan pemetaan stunting. Salah satunya melalui kegiatan Bulan Timbang yang dilakukan pada Februari dan Agustus.
Selain itu sosialisasi kata Kohar akan intens dilakukan. Tidak hanya melibatkan masyakarat namun juga lintas lini seperti halnya PKK,” Stunting itu tertinggi di daerah Madura, perkotaan juga ada di tingkat kecamatan tertentu. Soeialisasi bejenjang di kabupaten/kota termasuk garda depannya PKK,” urai Kohar.
Stunting adalah sebuah kondisi dimana tinggu badan seseorang jauh lebih pendek dibandingkan tinggi badan orang seusiannya. Penyebab utamanya adalah kekurangan gizi kronis sejak bayi didalam kandungan hingga masa awal anak lahir. Kondisi ini biasanya akan tampak anak di usia 2 tahun.
11 darah di Jatim kasus stunting tinggi di antaranya yakni, Sumenep, Pamekasan, Sampang, Bangkalan, Probolinggo, Bondowoso, Jember, Malang, Trenggalek, Nganjuk dan Lamongan. (geh)

Tags: