DPRD Jatim Sahkan 72 Perda Selama 2014 – 2019

Foto: ilustrasi

DPRD Jatim, Bhirawa
Menjelang akhir jabatan anggota DPRD Jatim periode 2014 – 2019 berakhir pada 31 Agustus 2019 mendatang, Sebanyak 72 Peraturan Daerah (Perda) sudah disahkan atau sekitar 45 persen dari dari 158 Propem Perda yang telah disusun oleh Badan Pembuatan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Jatim.
Ketua DPRD Jatim, Abdul Halim Iskandar menjelaskan bahwa capaian Raperda yang diputuskan menjadi Perda tiap tahunnya meningkat. Ia mencontohkan Pada 2018, jumlah Raperda yang disahkan mencapai 15 Perda dari 11 perda yang disahkan di tahun sebelumnya.
Meski demikian, Halim tak memungkiri ada beberapa hal yang membuat pembahasan Raperda di dewan menjadi cukup alot. Sehingga, menyebabkan tak seluruh Raperda dapat diputuskan menjadi perda.
Pertama, belum adanya peraturan yang memayungi rancangan tersebut. Misalnya, perundang-undangan yang mensyaratkan dasar hukum tambahan untuk membuat Perda. “Misalnya, UU-nya sudah ada. Namun, dalam membentuk Perda, perlu PP (Peraturan Pemerintah). Sementara PP-nya belum keluar. Sehingga kami belum bisa membahas Raperdanya karena kawatir bertentangan dengan PP,” kata Halim politisi asal PKB, Minggu (4/8).
Kedua, dewan juga mempertimbangkan urgensi dari Perda yang dibahas. “Ada kalanya, perda menjadi penting dibahas ketika diusulkan. Namun, saat dalam perjalanan ada perubahan konstilasi yang membuat perda lain harus dibahas terlebih dahulu,” jelas politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Ketiga, persamaan pandang antara dewan dan pemerintah yang acap kali tak menemui titik temu. Pemerintah dan dewan seringkali berbeda pandang soal urgensi Raperda. “Bicara urgensi saja itu butuh waktu panjang,” kata Halim yang juga Ketua DPW PKB Jatim ini.
Meskipun demikian, pihaknya memastikan bahwa Perda yang dihasilkan berkualitas, sesuai dengan kebutuhan masyarakat. “Prinsipnya, kami tak mementingkan kuantitas, namun kualitas,” kata Halim.
Ia juga menyampaikan, DPRD Jatim menyusun Perda sesuai dengan tujuan keberadaan perda. Yakni, kepastian hukum hingga kemudahan pelayanan publik. “Rumusnya, perda dibuat ketika problematika muncul, sehingga butuh payung hukum, yang targetnya kepastian hukum dan pelayanan publik,” jelas Halim.
Dengan memaksakan Raperda selesai dan tidak memenuhi dua tujuan tersebut, dinilai tak memiliki urgensi. “Apalagi kadang-kadang ada peraturan yang beda sudut pandang,” jelas kakak kandung Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar ini.
Hingga akhir Agustus, pihaknya menargetkan dapat menyelesaikan 6 perda lagi. Di antaranya, Perubahan APBD 2019. Pasca berakhirnya periodisasi dewan di 31 Agustus mendatang, terbuka kemungkinan adanya perubahan Propem Perda untuk periode dewan berikutnya.
“Prinsipnya, perubahan propem Perda bukan karena perubahan keanggotaan dewan namun memang perlunya payung hukum atas problematika di masyarakat,” pungkas Anggota DPRD Jatim terpilih periode 2019-2024 ini. [geh]

Propemperda yang disahkan:
2014: 20 Raperda, 14 disahkan (70 persen)
2015: 26 Raperda, 10 disahkan (38 persen)
2016: 33 Raperda, 19 disahkan (58 persen)
2017: 26 Raperda, 11 disahkan (42 persen)
2018: 29 Raperda, 15 disahkan (52 persen)
2019 (sementara/tahun berjalan): 24 Raperda, 3 disahkan (12,5 persen)
Rata-rata capaian kinerja legislasi: 45 persen

Tags: