DPRD Kabupaten Probolinggo Ajukan Pemberhentian Sementara Abdul Kadir

Sidang Abdul Kadir di PN Kraksaan.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Kabupaten Probolinggo, Bhirawa
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Probolinggo mulai memproses pengajuan pemberhentian sementara terhadap Abdul Kadir. Pengajuan itu dilakukan karena dewan yang tersandung kasus ijazah palsu itu, sudah mulai menjadi terdakwa. Sjaiful, sekretaris dewan (Sekwan) Kabupaten Probolinggo mengatakan, proses pemberhentian sementara Abdul Kadir telah meminta surat keterangan dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Probolinggo dan Pengadilan Negeri (PN) Kraksaan.
“Masih kami proses. Pada sidang awal itu, kami telah meminta surat keterangan yang bersangkutan dari Kejaksaan dan Pengadilan Negeri (PN),” katanya Kamis 12/12.
Menurutnya, pihaknya telah membuatkan surat pengajuan pemberhentian tersebut. Surat itu diajukan kepada bupati dan akan diteruskan kepada Gubernur Jawa Timur. Pasalnya, untuk memberhentikan sementara yang bersangkutan, bukan ranah Pemkab Probolinggo. Tetapi adalah ranah Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
“Untuk suratnya, hari Rabu 11/12 kami ajukan ke bupati. Setelah mendapatkan persetujuan, nanti akan kami langsung ajukan ke provinsi,” terangnya.
Sjaiful menjelaskan, untuk pengajuan surat itu tidak perlu datang ke provinsi secara langsung. Pengajuannya cukup dilakukan melalui aplikasi. Sehingga, bisa secara cepat dilakukan. “Tetapi, untuk tembusannya nanti kami mengambil ke provinsi,” ujarnya.
Pemberhentian sementara terhadap Abdul Kadir harus segera dilakukan. Mengingat, mengacu pada PP Nomor 12/2018 tepatnya pada pasal 115, pemberhentian sementara anggota legislatif bisa dilakukan apabila anggota dewan tersandung kasus pidana. Terlebih bila sudah berstatus menjadi terdakwa.
Ada dua poin yang menjadikan anggota DPRD diberhentikan sementara. Yaitu, menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun. Atau menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus.
Pemberhentian sementara itu berlaku setelah yang bersangkutan ditetapkan menjadi terdakwa. Itu, terdapat pada pasal 117 ayat (6). Bunyinya, pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (a) dan ayat (5) mulai berlaku terhitung sejak tanggal anggota DPRD kabupaten/kota ditetapkan sebagai terdakwa.
Pemberhentian sementara itu perlu dilakukan karena berkaitan dengan pendapatan yang bersangkutan. Jika yang bersangkutan tidak diberhentikan sementara, maka akan menerima gaji beserta tunjangan secara penuh. Tetapi, jika diberhentikan sementara, hanya mendapatkan gaji pokok. “Ini memang harus segera dilakukan. Karena ini kan berkaitan dengan uang negara,” terangnya.
Kadir sendiri sebagai tersangka dugaan penggunaan ijazah palsu, diancam dengan pasal 266 ayat (2) KUHP sub pasal 263 ayat (2) KUHP. Ancaman hukumannya sekitar 6 tahun penjara.
Pemilik Pokja Amanah Misnari mengatakan, Pokjanya sudah tutup sejak 2009. “Sudah tutup. Kami mengeluarkan ijazah terakhir itu pada tahun 2009. Jadi, tidak ada itu kami mengeluarkan ijazah pada 2012,” ujarnya dalam persidangan di PN Kraksaan.
Ia mengaku tidak pernah mengeluarkan ijazah atas nama Abdul Kadir. Bahkan, Pokjanya hanya sekali mengadakan Program Kejar Paket C. Sebab, muridnya tidak mencukupi kuota untuk menyelenggarakannya. “Untuk bisa menyelenggarakan itu muridnya minimal 20 orang. Itu, kami bisa menyelenggarakan pada tahun itu (2009),” tuturnya.
Karenanya, Misnari mengaku kaget ketika mendengar ada nama Abdul Kadir dan ijazahnya keluar pada 2012. Sebab, ia tidak merasa menerbitkan ijazah itu dan lembaganya telah tutup. “Bagaimana bisa lembaga tutup bisa mengeluarkan ijazah. Karena itu, saya kaget,” lanjutnya.
Saksi Saudi Hasyim sebagai pelapor mengatakan, ijazah palsu itu didapat dari Jon Junaedi. “Setelah saya mendapatkan informasi ijazah palsu itu saya langsung investigasi. Kadir sendiri saat datang ke rumah saya mengatakan, dia mendapatkan ijazah itu dari Haji Jon. Ia tanda tangan dan cap tiga jari di rumah Haji Jon,” ujarnya.
Ia mengaku mendapatkan informasi, ijazah terdakwah palsu dari Syamsul Arifin. Syamsul merupakan caleg peraih suara nomor dua di dapil II tempat terdakwa nyaleg. “Tidak ada niatan apapun. Ini saya lakukan karena untuk fungsi kontrol lembaga saya,” ujarnya.
Kuasa Hukum Abdul Kadir Hosnan Taufik mengatakan, dari sidang ini dapat disimpulkan, perantara atau aktor intelektualnya Jon Junaedi. Itu berdasarkan keterangan dua saksi. Tadi kan menyebut bahwa Jon adalah perantara. Itu sudah dapat diketahui siapa di balik ini semua. Pihaknya berharap fakta pengadilan ini bisa menjadi acuan kepolisian untuk mengembangkan kasusnya. Sehingga, tidak hanya Kadir yang menjadi tersangka. “Dalam persidangan sudah terbuka semua,” paparnya.
Terpisah, Jon Junaedi mengaku, pihaknya tidak akan banyak berkomentar. “Ya, biarkan kalau memang nama saya disebut. Saya mengikuti proses peradilan saja, seperti apa nanti hasilnya,” ujar Wakil Ketua DPRD Kabupaten Probolinggo itu. Ketua KPU (Komisi Pemilihan Umum) Kabupaten Probolinggo, Lukman Hakim, dan Ketua DPC Gerindra, Kabupaten Probolinggo, Jon Junaedi tidak hadir sebagai saksi.(Wap)

Tags: