DPRD Klarifikasi Dugaan Pungutan SDN VII Kepanjen

Ketua Komisi II DPRD Kab Malang Kuswantoro Widodo

Kab Malang, Bhirawa
Kasus penarikan uang bangku di Sekolah Dasar Negeri (SDN) VII Kepanjen, Kecamatan Kepanjen Malang, yang sebelumnya dipersoalkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ProDesa Kabupaten Malang, kini persoalan itu juga mendapatkan perhatian dari Anggota DPRD kabupaten setempat.
Menurut, Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Malang Kuswantoro Widodo, Rabu (19/6), kepada wartawan, jika surat undangan pengambilan raport yang ditujukan kepada wali murid SDN VII Kepanjen, yang dalam undangan tersebut ada persyaratannya, harus sudah mengembalikan semua buku yang dipinjam siswa atau buku paket, dan juga harus melunasi administrasi bulanan serta uang bangku bagi kelas I.
Dalam surat undangan yang bernomor 005/28/35.07.101.404.06/2019, yang ditandatangani Kepala Sekolah (Kasek) SDN VII Kepanjen Yuli Isnani, pada 14 Juni 2019, juga menyebutkan bahwa apabila raport tidak diambil pada waktu yang ditentukan, maka siswa tidak berhak naik kelas, dan itu wali murid sudah diancam.
“Kami juga menyayangkan dalam surat undangan tersebut, bahwa wali murid harus melunasi administrasi bulanan, serta uang bangku bagi kelas I, ” jelasnya.
Sehingga dengan surat undangan yang dibuat Kasek SDN VII Kepanjen itu, tegas Kuswantoro, maka hal tersebut telah masuk pada pungutan liar (pungli). Karena untuk memungut siswa harus ada rekomendasi dari Kepala Daerah. Dan jika dalam pungutan itu tidak ada rekomendasi dari bupati atau Peraturan Bupati (Perbup), tentunya telah melanggar aturan dan masuk pada rana tindak pidana korupsi.
Oleh Karena itu, lanjut dia, dirinya akan memanggil Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Kabupaten Malang agar mereka memberikan klarifikasi atas persoalan tersebut. Karena surat undangan kepada wali murid itu, selain kasek menyalahi aturan dalam memungut uang bulanan dan uang bangku, mereka juga telah melakukan ancaman pada siswa tidak naik kelas. “Jika dalam pengambilan raport tidak pada waktu yang ditentukan, maka siswa tidak naik kelas. Sehingga hal itu merupakan sebuah ancaman, dan itu pun juga tidak mendasar dalam melakukan ancaman pada siswa, dan tidak pantas diucapkan pada seorang pendidik,” paparnya.
Diterangkan Kusmantoro, seorang pendidik atau guru seharusnya menggunakan bahasa yang santun. Sehingga apa yang diucapkan Kasek SDN Kepanjen VII itu, mengapa tidak menggunakan bahasa yang lebih santun. Padahal, Yuli Isnani itu seorang kasek pada institusi pendidikan. Sehingga dengan munculnya persoalan tersebut, dirinya meminta kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang untuk membenahi sistem pendidikan dilingkungan Dindik Kabupaten Malang. Selain itu, kata dia, sistem pengawasan yang dilakukan Dindik kepada sekolah-sekolah yang dibawah kewenangannya sangat lemah. Sehingga bagaimana pendidikan karakter bisa berhasil, jika untuk undangan pengambilan raport saja harus memakai ancaman.
“Jika sistem di lingkungan Dindik tidak dibenahi, maka akan membuat preseden buruk pendidikan di Kabupaten Malang,” pungkasnya. [cyn]

Tags: