DPRD Menilai Program BK Desa Kurang Transparan

Ketua Komisi A DPRD Jatim, Mayjen TNI (Purn) Istu Hari Subagyo

DPRD Jatim, Bhirawa
Komisi bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD Jatim mencari masukan terkait mekanisme penganggaran progam Bantuan Keuangan (BK) Desa ke Bakorwil I Madiun didampingi Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jatim, Selasa (2/8) kemarin.
Kunjungan kerja ini merupakan bagian dari tindaklanjut Komisi A atas berbagai temuan dan masukan saat mengunjungi berbagai daerah di Jatim dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap berbagai program kerja Pemprov Jatim yang sudah dilaksanakan maupun akan dilaksanakan tahun depan.
Ketua Komisi A DPRD Jatim, Mayjen TNI (Purn) Istu Hari Subagyo mengatakan bahwa sesuai Pasal 9 UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, salah satu tugas pokok dan fungsi legislatif adalah membuat perda (legislasi), penganggaran (budgeting) dan pengawasan (evaluasi).
Temuan Komisi A, lanjut politikus Partai Golkar mekanisme penganggaran BK Desa dinilai kurang transparan sehingga banyak dikeluhkan masyarakat. Karena itu, ia ingin mencari masukan untuk perbaikan sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
“Selama ini memang ada yang perlu kita perbaiki kalau mekanisme bantuan keuangan desa ada dua jalur, yakni melalui pokok pikiran (pokir) dari DPRD dan melalui desa langsung. Namun kita berharap lebih transparan dan adil sehingga semua desa memiliki kesempatan yang sama bisa menerima BK Desa dari APBD Provinsi,” kata Istu.
“DPRD yang notabene sebagai pengawas dan kalau dilibatkan dalam rangka mulai dari mekanisme perencanaan sampai pelaksanaan yakin nanti akan bisa lebih baik daripada saat ini,” imbuhnya.
Senada, wakil ketua Komisi A DPRD Jatim Rohani Siswanto mengatakan bahwa bantuan keuangan itu merupakan sesuatu yang lumrah karena menjadi bagian dari norma yang sudah diatur dalam APBD melalui program Jatim Puspa dan Jatim Berdaya maupun BUM Desa.
Namun Pemprov jangan asal given saja dari kabupaten/kota meskipun DPRD Jatim tahu bahwa data penerima BK itu button up dari bawah ke atas.
Artinya mereka yang harus mendapatkan itu harus bisa akses layak enggak karena beberapa temuan di lapangan, mereka yang mendapatkan Jatim Puspa maupun Jatim Berdaya meskipun kesannya itu berjenjang dari DPRD kabupaten/kota lalu DPRD provinsi tapi kami mrlihat lebih banyak pendekatan sisi politiknya sehingga desa-desa yang mendapat bantuan tidak cukup punya kelayakan.
“Saya lebih sependapat kalau program Jatim Puspa maupun Jatim Berdaya itu open saja. Dibuka dari awal san semua bisa mengaksea sekaligus bisa mengawasi,” ungkap politikus Partai Gerindra.
Rohani justru mendorong mengadopsi program PNPM seperti dulu karena ada argumen kemudian adu gagasan desa-desa yang ingin mendapatkan program tersebut, sehingga mereka yang mendapatkan bantuan itu benar-benar yang membutuhkan.
“Jadi bukan karena memiliki kedekatan secara psikologis maupun kedekatan akses. Istilahnya, jangan cari gampangnya karena ini program unggulan Gubernur yang harus dikawal bareng-bareng,” dalih mantan ketua DPRD Pasuruan ini.
Ia mengkritisi ini bukan dari sisi provinsinya melainkan DPMD kabupaten/kotanya. Sebab mereka terkadang mendapat tekanan kanan kiri kemudian mengusulkan tidak sesuai dengan standart yang telah ditentukan provinsi, sehingga muncul temuan kejanggalan.
“Kami menemukan salah satu desa di Kecamatan Ngadiluwih Kediri bisa mendapatkan Bantuan Keuangan Desa sebesar Rp100 juta padahal tidak pernah mengajukan proposal. Sementara desa yang sudah mengusulkan justru tidak mendapat bantuan. Makanya kami mendesak mekanismenya diperjelas,” pinta politikus Partai Gerindra.
Ditegaskan Rohani, aspirasi yang diterima DPRD dari masyarakat itu bukan dibatasi program, sehingga bisa saja berupa hibah ataupun bantuan keuangan dan segala macam sebagai tindaklanjut reses yang menjadi pokok pikiran anggota dewan.
“Tapi kalau kemudian yang dimunculkan hanya hibah tentu menjadi aneh bagi anggota DPRD Jatim. Wong bantuan keuangan sudah ngerti kepala desanya sudah dilantik kok tidak muncul SIPD ketika diinput. Makanya saya kalau tak muncul di SIPD ya gak saya usulkan, khan percuma,” kelakarnya.
Masih di tempat yang sama, anggota Komisi A Muzammil Syafi’i menambahkan bahwa tujuan kunjungan kerja kali ini adalah mencari masukam terkait BK Desa itu apakah anggota dewan bisa mengakses baik yang sudah dianggarkan maupun yang akan diusulkan.
“Setiap anggota DPRD itu punya tanggungjawab meningkatkan potensi desa yang ada di Dapil. Tapi dengan keterbatasan anggaran desa sehingga potensinya tidak bisa berkembang dengan baik. Melalui pokir anggota DPRD diharapkan bisa ikut mengusulkan BK Desa sehingga potensi desa bisa berkembang dengan baik,” jelasnya.
Ia berharap BK Desa yang diusulkan anggota DPRD Jatim nantinya biaa direalisasi bukan main sembunyi-sembunyi dan tidak terealisasi. “Usulan BK Desa itu murni untuk membantu desa-desa yand ada di dapil kita,” tegas politikus Partai NasDem.
Selama pandemi Covid-19, Muzammil mengakui katanya tidak ada BK Desa yang disalurkan melalui rekomendasi anggota DPRD Jatim. “Tapi tadi sudah kita tanyakan ke DPMD, BK Desa itu bisa atas usulan kepala desa masing-masing atau usulan atas rekomendasi DPRD Jatim,” jelas mantan wakil Bupati Pasuruan ini.
Sementara itu kepala DPMD Jatim Sukaryo menyatakan bahwa tugas instansinya hanya bersifat administratif dan verifikasi saja. Sedangkan yang memutuskan desa mana yang berhak menerima BK Desa sekaligus memasukkan kedalam SIPD adalah kewenangan Bappenda dan BPKAD Jatim. “DPMD tidak ikut menginput SIPD BK Desa tapi hanya verifikasi berkas usulan setelah itu diserahkan kepada Bappenda untuk perencanaan dan BPKAD untuk masalah anggaran,” jelasnya.
Berdasarkan data DPMD Jatim, realisasi BKK Jatim Puspa 2022 sebanyak 159 desa. Sedangkan untuk realisasi BKK Jatim Puspa 2022 sebanyak 132 desa. Kemudian realisasi BKK BUM Desa 2022 sebanyak 201 desa. “BKK Desa Berdaya itu dikhususkan untuk desa yang sudah berstatus Desa Mandiri,” pungkas Sukaryo didampingi Kepala Bakorwil I Madiun Edy Supriyanto. [geh.wwn]

Tags: