DPRD Surabaya Evaluasi Lima Perda-Perwali

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Badan Pembuat Perda (BPP) DPRD Kota Surabaya berencana mengevaluasi lima Peraturan Daerah (perda) dan lima Peraturan Wali Kota (Perwali) yang dianggap sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini.
“Tujuan dari evaluasi perda dan perwali itu agar tetap tidak ada pihak yang dirugikan dengan peraturan yang dibuat,” kata Ketua BPP DPRD Kota Surabaya Mochammad Machmud kepada wartawan di Surabaya, Senin (4/1).
Menurut dia, lima perda yang akan dievaluasi yakni Perda Kota Surabaya Nomor 8 tahun 2015 tentang Penataan toko Swalayan, Perda Kota Surabaya Nomor 16 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pendidikan, Perda Kota Surabaya Nomor 15 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pembentukan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan, Rukun Warga dan rukun Tetangga.
Selanjutnya Perda Kota Surabaya Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik dan yang terakhir adalah Perda Kota Surabaya Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Pajak Bumi dan Banggunan Perkantoran.
“Kita akan buatkan rancangan perda penyesuaiannya, karena kan kita juga tidak bisa langsung mengubah, harus ada pembahasan klausul mana yang belum cocok maka itu yang diubah,” katanya.
Ia mencontohkan seperti penertiban toko swalayan yang tidak memiliki kelengkapan perizinan sempat ricuh dan akhirnya penertibannya pun tidak berjalan seharusnya. “Ini karena perdanya ada yang kurang pas,” urai pria yang juga pernah menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Surabaya ini.
Tidak hanya Perda, lanjut dia, sejumlah Perwali juga akan masuk dalam bahasan BPP untuk dilakukan penyesuaian. Ada lima perwali yang tercatat sudah tidak relevan yakni Perwali tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame, Perwali tentang Tata Cara Penyerahan Sarana Prasarana dan Utilitas di Kawasan Industri, Perdaangan, Perumahan dan Permukiman.
Selain itu Perwali tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemkot Surabaya, Perwali tentang Tata Cara Pemerian Izin Usaha Jasa Konstruksi, dan Perwali tentang Pelayanan di Bidang Perumahan.
Khusus untuk Perda tentang reklame, Machmud menyatakan bahwa kajian yang akan dilakukan adalah mewadahi keluhan dari sejumlah pemiliki reklame. Bahwa saat ini banyak reklame yang kosong dan tidak ada yang menyewa, namun tetap harus membayar pajak reklame.
“Tidak hanya itu, rumus perhitungan pajak reklamenya juga dianggap tidak sesuai dengan kondisi lapangan, seringnya saat ini ada reklame yang hanya bisa dilihat viewnya dari dua arah, akan tetapi hitungannya membayar tiga sudut pandang. Kita akan sesuaikan dan bahas nanti,” katanya. [Gat,ant]

Tags: