DPS Pilwali Jauh Dari DP4 Kemendagri, KPU Mendapat Protes Dari Panwaslih Kota

Panwaslih kota Probolinggo saat protes Penetapan DPS pilwali.

Probolinggo, Bhirawa
Sebanyak 163.635 warga Kota Probolinggo masuk dalam daftar pemilih sementara (DPS) Pilwali Kota Probolinggo 2018. Data ini jauh lebih sedikit dari jumlah daftar penduduk potensial pemilihan (DP4) Kemendagri yang mencapai 179.242 jiwa atau lebih rendah 15.607 jiwa. Angka tersebut mendapat protes keras dari Panwaslih, pasalnya angka yang diberikan ke Panwaslih dan yang diumumkan berbeda.
Rinciannya, Kecamatan Kademangan 30.352 orang, Mayangan 44.236 orang, Wonoasih 24.842 orang. Lalu, Kecamatan Kanigaran 39.827 orang dan Kedopok 24.379 orang. Hal ini diungkap dalam rapat pleno terbuka KPU. Rapat menyampaikan rekapitulasi daftar pemilih hasil pemutakhiran dan penetapan DPS pemilihan wali kota – wakil wali kota Probolinggo serta pemilihan gubernur – wakil gubernur Jatim 2018.
Selain menyampaikan DPS, KPU juga mendata daftar pemilih potensial yang belum ber e-KTP. Total potensi pemilih yang belum memiliki e-KTP mencapai 5.814 orang. Dengan rincian, Kecamatan Kademangan 772 orang, Mayangan 745 orang, Wonoasih 1.213 orang, Kanigaran 1.628 orang, dan Kecamatan Kedopok mencapai 1.456 orang.
Rapat pleno KPU Kota Probolnggo yang membahas soal daftar pemilih sementara (DPS), diwarnai protes. Salah satunya, protes dari Panwaslih Kota Probolinggo. Ketua Panwaslih Suef Priyanto menyebut, data yang disampaikan KPU berbeda dengan data yang diterima Panwaslih setelah proses rekap di tingkat kecamatan.
“Ada data yang berbeda dengan yang kami terima. Sampai di tahapan PPK atau tingkat kecamatan, kami mendapat laporan dari Panwascam bahwa rapat pleno di Kecamatan Kedopok dan Wonoasih dilakukan tanggal 9. Saat itu ada perubahan berita acara hasil pleno kecamatan,” ujarnya, Senin 19/3.
Panwascam sendiri, menurutnya, tidak diikutsertakan dalam proses perubahan hasil pleno. “Sedangkan data yang disampaikan hari ini (Rabu) untuk tingkat kota merupakan data yang baru, yang berbeda dengan hasil pleno pada 9 Maret 2018,” katanya.
Suef pun merinci perbedaan data yang dimaksud. Seperti di Kanigaran, pemilih potensial laki-laki yang disampaikan KPU berjumlah 849 orang. Sedangkan data yang dimiliki Panwaslih, ada 851 orang.
Di kecamatan yang sama untuk pemilih perempuan berjumlah 779 orang. Data Panwaslih mencapai 775 orang. Sedangkan di Kecamatan Kedopok, tercatat jumlah pemilih potensial laki-laki berjumlah 771, sedangkan data Panwaslih ada 751. Lalu pemilih perempuan 685 orang, dalam data Panwaslih tercatat 703 orang, ungkapnya.
Basith, ketua PPK Wonoasih menjelaskan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Panwascam Wonoasih dari divisi data tentang berita acara hasil rapat pleno. “Ada kesalahan penulisan yaitu 1 data TMS tidak dimasukkan, karena salah ketik. Sudah koordinasi dan dibolehkan oleh Panwascam,” ujarnya.
Sedangkan dari PPK Kanigaran disampaikan oleh Yusuf Rois, divisi Data. “Ada perubahan data dalam potensi pemilihan yang belum ber e-KTP. Data ini adalah data aktif dan dari PPS masih berubah-ubah,” paparnya.
Djoko Wahyudi, komisioner KPU dari Divisi Data menjelaskan, berdasarkan penjelasan PPK tersebut, ada dua tipe pemilih di lapangan. Pertama, pemilih merasa punya hak pilih, tapi saat proses coklit berlangsung belum punya hak pilih. “Yang kedua adalah saat proses coklit ini sudah selesai, pemilih ini memaksakan untuk masuk dalam data pemilih,” tandasnya.
Menyikapi hal tersebut, menurut Djoko, tidak perlu memasukkan pemilih yang memaksa untuk dimasukkan datanya setelah proses coklit selesai. “Tapi, dimasukkan dalam DPS hasil perbaikan setelah dilakukan penyampaian DPS ke masyarakat,” ujarnya.
“Data ini jelas akan berubah-ubah karena setiap hari akan ada orang yang masuk dalam kategori usia pemilih. Data ini akan selalu bergerak dan berubah. Tapi, tidak semua data ini harus ditindaklanjuti oleh PPS. Ingat tahapannya,” tambah Djoko. [wap]

Tags: