Dua Bulan Angka DBD Kabupaten Probolinggo Capai 220 Kasus

Dinkes kota Probolinggo lakukan fogging.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

(Di Kota Probolinggo 3 Bulan 21 Penderita DBD)
Probolinggo, Bhirawa
Jumlah penderita demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Probolinggo terus bertambah. Saat Februari lalu angkanya masih tercatat 120 orang. Angka ini naik tinggi di bulan Maret karena tercatat penderita sudah tembus hingga 220 orang. Di kota Probolinggo 3 bulan 21 penderita DBD.
Jumlah tersebut memang tidak sebanyak jika dibandingkan tahun tahun sebelumnya. Karena sepanjang 2019, lebih dari 400 penderita, itu dalam catatan 12 bulan. Namun jika tidak ditangani serius dan penuh perhatian, jumlah 220 selama Januari-Maret, berpotensi meningkat. Apalagi saat ini masih masuk penghujan.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat penderita pada 2016 mencapai 487 orang dan meninggal 10 orang, 2017 menurun menjadi 241 dan meninggal 5, 2018 kembali menurun hanya menjadi 80 orang dan meninggal 4 orang.
Selanjutnya di 2019 jumlah penderita DBD mengalani peningkatan tajam. Yaitu angkanya menjadi 440 penderita dan meninggal 5 orang. Tahun ini, jumlahnya kembali turun menjadi 220 orang. Untuk korban meninggal tahun ini tidak ada.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Probolinggo, Anang Budy Yoelijanto, Minggu 3/5/2020 mengatakan, tahun ini penderita DBD masih tergolong tinggi. Namun, jika dibandingkan tahun sebelumnya angkanya menurun.
Menurutnya, masyarakat saat ini harus terus waspada. Selain juga waspada terhadap virus korona juga harus waspada terhadap DBD. Pasalnya, bulan-bulan ini masih turun hujan. Dimana, saat penghujan, ancaman penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk tersebut masih terus berlangsung.
”Kami harapkan masyarakat terus waspada. Budayakan hidup sehat. Hidup sehat ini banyak manfaatnya selain menjauhkan dari penyakit juga membuat hidup lebih nyaman, ” terangnya.
Sebelum merebaknya pandemi korona, pihaknya telah mengintruksikan kepada seluruh jajaran dibawah kedinasannya. Yaitu untuk melakukan penanganan dini. Diantaranya dibentuk gerakan jumantik. Tujuannya untuk membasmi jentik jentik nyamuk penyebab DBD. “Kami masih fokus juga untuk penanganan DBD ini. Karena ini tidak bisa disepelekan. Harus ditangani betul, ” ungkapnya.
Jumlah penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Probolinggo pada awal Maret 2020, bertambah menjadi 3 orang. Sehingga, dari Januari-Maret, sudah ada 21 penderita DBD. Adapun tiga penderita baru di Maret ini berasal dari 3 kecamatan yaitu Kanigaran, Kedopok, dan Mayangan.
Sampai akhir Februari, jumlah kasus DBD di Kota Probolinggo mencapai 18 penderita. Awal Maret tepatnya pada Senin (9/3) ada 3 kasus baru yang dilaporkan DBD. Kami berharap tidak ada kejadian DBD lagi setelah ini, ujar dr NH Hidayati, Plt Kepala Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DKP2KB) Kota Probolinggo. Melalui Nyamiati Ningsih, kasi Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit, Jumat (13/3)
Jika dibandingkan tahun 2019, angka penderita dari Januari sampai Maret 2020 mengalami penurunan yang signifikan. Pada tahun 2019 dari Januari sampai Maret, terdapat 126 kasus DBD yang terlaporkan sampai akhir Maret. Sedangkan untuk tahun 2020, sampai kemarin (13/3) baru 21 kasus. Pada tahun 2019, Kota Probolinggo ditetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB).
“Penentapan status KLB tidak menunggu ada penderita DBD yang meninggal. Ada peningkatan jumlah kasus DBD lipat dua dibandingkan tahun sebelumnya, sudah bisa ditetapkan KLB,” terangnya.
Sebagai perbandingan, Januari 2018 ada 2 kasus DBD. Sedangkan bulan yang sama tahun 2019 mencapai 23 kasus DBD. Februari 2018 ada 3 kasus DBD, Februari 2019 mencapai 37 kasus. Sedangkan pada bulan Maret 2018 ada 1 kasus DBD, pada bulan Maret 2019 kasus DBD mencapai 66 kasus. Tahun ini tidak ditetapkan KLB karena jika dibandingkan data kasus tahun 2019, jauh lebih menurun, ujar Nyamiati.
Penderita yang terlaporkan ini mendapat perawatan di RSUD dr Moh Saleh dan RSU Dharma Husada. Ada juga yang dilaporkan masuk ke puskesmas, namun bukan DBD, tapi hanya Demam Dengue (DD). “Ada perbedaan antara DBD dengan DD. Bedanya untuk DBD ada hasil laboratorium yang memastikan kadar trombositnya di bawah 100 ribu, ada peningkatan hematokrit 20 persen. Sedangkan untuk DD itu ada gejala demam, tapi trombositnya masih di atas 100 ribu,” terangnya.
Adanya kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) tidak lantas bisa dilakukan fogging atau pengasapan di lokasi penderita DBD. Sepanjang tahun 2020 baru 2 kelurahan yang dilakukan fogging oleh Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DKP2KB).
Untuk tahun 2020 baru 2 kelurahan, Sukabumi dan Jati. Tidak semua laporan kasus DBD bisa dilakukan fogging, ujar Nyamiati Ningsih, kasi Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit. Menurut dia, fogging adalah insektisida, sehingga tidak bisa dilakukan dengan bebas. Ada ketentuan yang harus dilalui sebelum suatu kawasan dilakukan fogging.
Nyamiati menjelaskan, bahwa meskipun sudah ada laporan kasus DBD, tim dari puskesmas setempat harus memeriksa terlebih dahulu untuk memastikan sudah terpenuhi atau tidak perlu dilakukan fogging. “Pertama ada laporan kejadian DBD di lokasi tersebut. Kemudian, ada atau tidak minimal 3 anak yang mengalami demam, tidak harus DBD. Demam biasa juga harus dipastikan,” jelasnya.
Kemudian tim juga harus memastikan bahwa di lokasi tersebut apakah tempat-tempat penampungan air masih ada atau tidak jentik nyamuk. Jika angka bebas jentik nyamuk kurang dari 90 persen, maka bisa dilakukan fogging. Tapi sebelum dilakukan fogging, tempat-tempat yang ada jentik nyamuk harus dibersihkan terlebih dahulu, paparnya.
Pembersihan jentik nyamuk ini harus dilakukan agar jentik nyamuk ini tidak berkembang menjadi nyamuk. Fogging hanya efektif membunuh nyamuk yang telah dewasa. Tetap cara paling efektif untuk pemberantasan DBD adalah melalui gerakan 4M plus. Kalau fogging hanya membunuhkan nyamuk yang telah dewasa, sedangkan jentik nyamuk tidak, tambahnya.(Wap)

Tags: