Dua OTT KPK Baru

Hanya sekitar sepekan memulai kerja, KPK jilid kelima, sudah memetik dua kali OTT (Operasi Tangkap Tangan). Kinerja KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dengan undang-undang (UU) baru disertai Dewan Pengawas, ternyata tetap tancap gas. OTT pertama, dilakukan KPK dengan menyergap Bupati Sidoarjo (Jawa Timur). Disusul OTT komisioner KPU. Tetapi penindakan (yang berupa OTT) seyogianya ber-iringan dengan pencegahan.
Banyaknya kasus, dan orang yang ditangkap dalam, bukan satu-satunya kriteria keberhasilan kinerja KPK. Sukses pemberantasan korupsi, juga wajib ditimbang dengan potensi keuangan negara yang bisa dikembalikan. Serta ditimbang dengan ongkos operasional KPK. Di seluruh dunia, pemberantasan korupsi selalu berkait dengan upaya pengembalian (sebesar-besarnya) uang negara yang dikorupsi.
Pengembalian uang negara yang dikorupsi bisa dilakukan melalui penambahan sangkaan tuduhan. Yakni, berkait dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Bisa meliputi penggantian denda sangat besar. Koruptor di-miskin-kan. Realitanya selama ini, pengembalian uang negara masih sangat kecil. Sedangkan ongkos penanganan perkara korupsi (di KPK) masih lebih tinggi dibanding anggaran yang dikeluarkan.
Pada tahun 2018, negara mengeluarkan anggaran untuk KPK sebesar Rp 744,7 milyar. Itu belum termasuk gaji komisioner, staf tinggi, penyelidik dan penyidik. Juga belum dihitung biaya operasional kantor KPK. Sedangkan uang negara yang berhasil ditariik kembali hanya sebesar Rp 500-an milyar. Pada tahun yang sama, kinerja Polri “lebih menghasilkan” dengan penyelamatan uang negara mencapai Rp 2,3 trilyun.
Catatan pada Komisi III DPR-RI, terungkap, bahwa anggaran KPK untuk penyelidikan, penyidikan, penuntutan hingga eksekusi, cukup mahal. Yakni rata-rata sebesar Rp 433 juta tiap perkara. Terasa jauh lebih mahal dibanding penanganan per-perkara pada Kejaksaan, rata-rata biayanya Rp 137 juta. Ongkos penanganan perkara, tidak pernah diungkap pada masyarakat. Yang disuguhkan hanya ke-riuh-an penangkapan tersangka.
Dua kali OTT dalam dua hari menjadi rekor KPK jilid V pada awal kinerja. Semula di-khawatirkan kinerja KPK akan mengendur, karena pemberlakuan UU Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK. Di dalamnya terdapat beberapa aturan baru. Termasuk struktur baru keberadaan Dewan Pengawas. Serta penyidik wajib meminta izin penyadapan pada Dewan Pengawas. Izin, dicurigai bisa membocorkan rencana OTT.
Dua OTT terbaru (tahun 2020), bisa jadi merupakan rencana kerja (penyadapan) penyidik pada kepemimpinan KPK periode lalu. Hal itu menunjukkan tiada lagi “kendala” komunikasi antara kepemimpinan saat dengan seluruh staf dan pegawai. Menjadi bukti kesinambungan kinerja pemberantasan korupsi. Juga tidak pandang bulu. Penyidik KPK menangkap komisioner KPU, ketika akan pergi kunjungan kerja ke Belitung (Bangka Belitung).
Sedangkan bupati Sidoarjo, bersama staf eselon II, dan pihak swasta, ditangkap sehari lebih awal. Kini tengah menjalani pemeriksaan di ruang gedung Subdit III Tindak Pidana Korupsi Polda Jatim. OTT bupati Sidoarjo, disebut-sebut sebagai kukuhnya kemandirian KPK. Karena bupati Sidoarjo merupakan kader parpol pendukung utama presiden Jokowi. Pada pilpres 2019 lalu, pasangan Jokowi – Ma’ruf, memperoleh suara sebesar 71%.
Penyadapan menjadi alur strategis kinerja penyidik KPK. Usai dua kali OTT, KPK masih memiliki sekitar 300-an “obyek” sadap. OTT menjadi “momok” utama pejabat publik, dan kalangan birokrasi. Sejak tahun 2014, Indonesia sudah tergolong darurat korupsi. Sampai akhir tahun 2019, telah 113 bupati dan kota terjaring Tipikor. Serta 23 gubernur. Ironisnya, korupsi tidak mereda. Semakin banyak yang tertangkap yang tertangkap hanya dianggap “apes.”
Tetapi “perang suci” melawan korupsi tak boleh kendur. Seluruh rakyat Indonesia, niscaya, mendukung tupoksi kelembagaan KPK.
——— 000 ———

Rate this article!
Dua OTT KPK Baru,5 / 5 ( 1votes )
Tags: