Dua RS Tolak Pasien BPJS, Dewan Meradang

Sutari (kanan), warga Kediri penderita tumor mulut bersama suaminya Budiono. Pasien BPJS ini mengaku ditolak dua rumah sakit yaitu RSUD Pare dan RSU Saiful Anwar Malang untuk memeriksa kesehatannya.

Sutari (kanan), warga Kediri penderita tumor mulut bersama suaminya Budiono. Pasien BPJS ini mengaku ditolak dua rumah sakit yaitu RSUD Pare dan RSU Saiful Anwar Malang untuk memeriksa kesehatannya.

DPRD Jatim, Bhirawa
Dua rumah sakit di Jatim yaitu RSUD Pare dan RSU Saiful Anwar Malang diduga menolak pasien BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) penderita tumor mulut (amelowblastoma). Pasien itu bernama Sutari (43) warga Kediri Jatim.
Suami pasien, Budiono (46) menjelaskan semula istrinya dirawat di RS Ulin Tipe A di Banjarmasin untuk ditangani penyakitnya. Karena keterbatasan peralatan akhirnya dibawa pulang dan dirawat di Kediri.
“Langsung saja saya bawa ke RS Pare untuk pengobatan. Saya berharap, istri saya menjalani CT Scan bagian kepala di laboratorium rumah sakit. Namun, keinginan itu  sirna karena pihak rumah sakit menolaknya dengan  alasan mereka hanya mempunyai peralatan CT Scan untuk bagian kepala ke bawah. Jadi harus menjalani CT Scan di laboratorium rumah sakit  dengan membayar sebesar Rp 150 ribu. Padahal kami adalah pasien BPJS,” terangnya kepada wartawan, Senin (30/3).
RSUD Pare lalu merujuk ke RSU Saiful Anwar Malang. “Dengan menggunakan BPJS, saat tiba di rumah sakit Malang bukannya langsung ditangani, namun justru harus menunggu kabar untuk bisa ditangani. Sampai sekarang ini tidak jelas kapan istri saya bisa ditangani menggunakan BPJS,” keluh Sutrisno.
Menanggapi masalah ini, anggota Komisi E DPRD Jatim Herry Prasetyo, melemparkan kesalahan kepada BPJS. Dia menilai, masalah ini terjadi karena BPJS kurang menyosialisasikan ke masyarakat tentang hal yang jadi tanggung jawabnya.
“Kasihan rumah sakit selalu disalahkan masyarakat. Padahal rumah sakit sudah memberikan pelayanan maksimal. BPJS seharusnya yang bertanggungjawab karena selaku penjamin kesehatan bagi masyarakat,” jelas politisi asal Partai Demokrat ini.
Masalah ini seharusnya tidak terjadi lagi apabila pihak BPJS kesehatan  terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat baik mulai soal pendaftaran sampai bagaimana mekanisme kerja antara pihak BPJS dengan rumah sakit.
Atas fakta tersebut, katanya, Komisi E DPRD Jatim akan memanggil BPJS untuk diminta keterangannya. “Sudah lama masyarakat mengeluh akan pelayanan yang ditanggung BPJS. Mereka kurang transparan untuk itu,” pungkasnya.
Ketua Komisi E DPRD Jatim dr Agung Mulyono mengatakan pihaknya meminta  BPJS  yang paling bertanggungjawab atas masalah ini, bukannya rumah sakit yang disalahkan. ”Dalam masalah ini rumah sakit tidak bisa disalahkan pasalnya pihak rumah sakit hanya menjalankan prosedur pelayanan saja. Yang patut disalahkan adalah BPJS karena tidak memiliki inisiatif untuk memperbaiki sistem rujukannya,”tegas.
BPJS seharusnya menjemput bola kepada masyarakat untuk mengakses langsung pelayanannya dalam memberikan kesehatan kepada masyarakat. ” BPJS sejatinya sama dengan asuransi kesehatan karena masyarakat membayar. Masyarakat harus mendapatkan perlakuan yang bagus. Bukannya dipersulit untuk mendapatkan kesehatan. BPJS ke depan harus dievaluasi kinerjanya,”ujarnya. [cty]

Tags: