Duit-nya Tetap Mudik

foto ilustrasi

Pemerintah melarang perjalanan tradisi mudik lebaran 1442 Hijriyah, karena kasus positif CoViD-19 masih cukup tinggi. Mudik sebagai libur panjang dikhawatirkan menjadi momentum peningkatan pademi. Terutama pada kawasan pedesaan yang selama ini masih “aman.” Pencegahan mudik, akan dituangkan dalam peraturan bersama beberapa Kementerian dan Lembaga Negara. Serta didukung Komnas HAM (Hak Hasasi Manusia) sebagai upaya mencegah bahaya (bencana) kemanusiaan.

Begitu pula buka bersama, yang berpotensi kerumunan orang, akan dibubarkan petugas penegakan hukum Satgas CoViD-19. Kecuali sekadar berbuka menikmati tajil bersama di masjid, sebelum jamaah shalat maghrib. Tetapi tidak mudik, tidak akan mengurangi khidmah puasa Ramadhan. Juga tidak mengurangi hikmah Idul Fitri. Sungkem-an kepada orangtua bisa dilakukan melalui video call, dan zoom kelompok. Makin khidmat dengan rasa kerinduan makin mendalam.

Bagai pepatah, “Jauh di mata dekat di hati.” Walau terasa berat tidak melaksanakan tradisi yang bersendi syariat. Tetapi upaya perlindungan dari ancaman bahaya wabah penyakit menjadi kewajiban yang diprioritaskan. Sesuai amanat konstitusi, pemerintah wajib melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tanah tumpah darah. Larangan mudik berlaku manakala wabah CoViD-19 menunjukkan tren penularan masih belum menurun.

Realitanya, semakin banyak pemerintah daerah (propinsi serta kabupaten dan kota) wajib melaksanakan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat). Semula hanya 7 propinsi (dengan 72 kabupaten dan kota), seluruh Jawa, dan Bali. Pada “etape” ketiga bertambah menjadi 10 propinsi (dengan tambahan Sulsel, Sumut, dan Kaltim). Kini pada etape ke-empat bertambah lagi, menjadi 15 propinsi (dengan tambahan Kalsel, Kalteng, Sulut, NTT, dan NTB).

Lingkup sasaran PPKM skala mikro makin meluas, bersamaan dengan penggencaran vaksinasi. Parameter utama PPKM, meliputi kasus aktif melebihi rata-rata nasional, sedang angka kesembuhan di bawah rerata nasional. Parameter lain (biasanya inharent) adalah, angka kematian di atas rata-rata nasional, serta tingkat hunian ruang isolasi pasien CoViD-19 di atas 70%.

Biasanya, sekitar dua juta pemudik memenuhi jalan trans Jawa (dan jalan tol), melaksanakan tradisi tahunan jelang hari raya Idul Fitri. Serta ratusan perjalanan kereta-api, puluhan kapal laut, dan ratusan penerbangan melayani masyarakat pulang kampung. Pemerintah propinsi seantero Jawa juga memfasilitasi program mudik gratis. Menyediakan angkutan lebaran melalui jalan darat, dan kapal penyeberangan. Tetapi sejak mudik lebaran Idul Fitri 1441 Hijriyah (25 Mei 2020), ditiadakan karena pandemi.

Pemerintah telah berpengalaman membendung arus lalulintas libur panjang, seperti larangan mudik lebaran. Di seluruh dunia, libur panjang dikhawatirkan menjadi momentum pewabahan CoViD-19. Terutama kerumunan di area wisata. Maka “pencegahan” mudik menjadi prioritas. Lebih lagi, mudik di Indonesia merupakan ritual budaya utama, paling kolosal. Seluruh simpul lalulintas terpantau padat. Bandara, terminal bus, stasiun, dan pelabuhan dijejali penumpang.

Mudik pulang kampung bagai wajib. Bahkan tidak mudik dianggap mengingkari adat tradisi, dihukum pengucilan sosial. Kecuali yang sakit, serta “apes” (secara ekonomi, dan terkena musibah) boleh tidak mudik. Keadaan saat ini efek dampak pandemi, banyak pegawai, dan buruh pabrik di-rumah-kan. Penghasilan niscaya berkurang. Bahkan sebagian tidak memiliki penghasilan karena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).

Namun tradisi mudik bukan sekadar tradisi yang bersendi ke-agama-an. Melainkan juga terdapat aspek pergerakan perekonomian daerah yang disokong putera daerah pulang dari rantau. Ratusan trilyun duit perantau dibawa pulang mudik. Sehingga bisa jadi, manakala tren pandemi telah surut selama 14 hari berturut-turut, maka pemerintah akan membuka perjalanan mudik. Dengan syarat protokol kesehatan sangat ketat.

——— 000 ———

Rate this article!
Duit-nya Tetap Mudik,5 / 5 ( 1votes )
Tags: