Duka Gempa Cianjur

Duka (Gempa) Cianjur
Semalam di Cianjur, tim resque telah meng-evakuasi 162 jasad korban jiwa dari reruntuhan. Sebanyak 25 warga masih tertimbun. Gempa tektonik berkekuatan magnitudo 5,6 SR (Skala Richter), terjadi di Cianjur, Jawa Barat. Tergolong gempa dangkal di darat (kedalaman 10 kilometer), menyebabkan daya rusak cukup besar. Lebih dari 700 korban luka dirawat di berbagai rumah sakit. Umumnya menderita luka patah tulang, luka di kepala, dan benturan bangunan yang runtuh. Cianjur dalam keadaan darurat bencana.

Tangis pilu pecah seketika diketahui banyak warga tertimbun bangunan. Gempa bumi (tektonik) terjadi pada hari Senin, sekitar pukul 13:12. Banyak warga terlelap melepas lelah di dalam rumah. Dalam waktu 10 detik, dinding rumah bergoyang, atap rumah runtuh. Pada kawasan bertebing di kecamatan Cugenang, juga disertai tanah longsor menimpa rumah warga. BNPB (Badan Nasional Penanggulangan bencana) mencatat sebanyak 2.300 rumah warga rusak (kategori rusak berat, sedang, dan ringan).

Tercatat lebih dari 13.700 warga mengungsi. Kerusakan (ringan) juga terjadi pada RSUD Sayang (Cianjur), dan 4 unit gedung pemerintahan. Serta kerusakan 1 pondok pesantren, dan 3 gedung sekolah. Berbagai Pemerintah Daerah (kabupaten dan kota), telah mengerahkan bantuan berupa makanan, dan peralatan tidur. Tetapi masih diperlukan peralatan perempuan dan anak-anak. Sedangkan Pemerintah propinsi Jawa Barat telah membangun tenda penampungan, dapur umum, dan rumah sakit lapangan.

Gempa bumi Cianjur, bisa diambil hikmah. Yakni, seluruh daerah di Indonesia perlu ekstra waspada gempa bumi, karena “datangnya” belum bisa diduga secara tepat. Tidak bisa tidak, masyarakat wajib menyesuaikan diri dengan alam. Karena secara geologis, Indonesia tergolong menumpang di “punggung” patahan sesar gempa bumi. Bangsa Indonesia kuna terdahulu, di berbagai daerah memiliki catatan tertulis tentang lindu.

Berdasar catatan kegempaan BMKG (Badan Meteorologi dan Klimatologi dan Geofisika), dalam kurun waktu 30 tahun terakhir, terjadi tiga gempa tektonik besar. Yakni, gempa bumi tahun 1994 (2 Juni) terjadi di Banyuwangi. Terjadi kerusakan sangat besar, karena gempa diikuti tsunami. Tercatat korban jiwa sebanyak lebih dari 210 orang. Tak terduga, setelah 7 jam usai gempa, tsunami menerjang pesisir selatan. Ini tsunami terbesar di Indonesia (sebelum tsunami lebih besar, Aceh, 26 Desember 2004).

Gempa bumi dan tsunami Banyuwangi 1994, hingga kini tetap dikenang, ditandai dengan “permukiman tsunami” dekat pantai Rajegwesi, Banyuwangi. Sistem early warning (peringatan dini) tsunami di Banyuwangi, saat ini menjadi yang terbaik. Jawa Timur mencatat gempa besar kedua, terjadi di Situbondo – Sumenep, 11 Oktober 2018. Seolah mengiringi gempa bumi Lombok (29 Juli, 5 Agustus, dan 19 Agustus), dan gempa Sulawesi, 28 September. Semuanya terjadi pada tahun 2018.

Hingga kini tiada ilmu yang dapat memperkirakan waktu datangnya gempa bumi. Sehingga kawasan yang pernah dilanda gempa tektonik, seyogianya menyesuaikan diri. Terutama upaya penyelamatan. Pemerintah berkewajiban “meng-advokasi” masyarakat. UU Penanggulangan Bencana pada pasal 26 ayat (1) huruf b, dituliskan bahwa setiap orang berhak: “mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan ketrampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.”

Gempa bumi sudah sering dialami masyarakat di berbagai kawasan “langganan.” Sampai terdapat mitos, dan legenda, sebagai transformasi antar generasi. Saat ini banyak bangsa-bangsa yang menempati “punggung” tektonik, telah menyesuaikan diri. Jepang, misalnya, sukses mempersiapkan infrastruktur, pelatihan, dan regulasi tata-ruang me-minimalisir dampak gempa.

Bantuan bencana sebagai hak korban, harus terealisasi cepat, bermutu, dan bermartabat. Serta tidak terkendala birokrasi dan utuh (tidak dikorupsi).

——— 000 ———

Rate this article!
Duka Gempa Cianjur,5 / 5 ( 1votes )
Tags: