Dukung Penuh Kemerdekaan Palestina

Oleh:
Dr Muhammad Rusydi
Wakil Presiden OIC Youth Indonesia
Tenaga Ahli DPR RI ; Dosen Ilmu Politik, Hubungan Internasional, Hukum dan Pemerintahan

“Palestina adalah satu-satunya negara yang hadir di konferensi Bandung yang sampai sekarang belum menikmati kemerdekaannya, Indonesia terus konsisten memberikan dukungan bagi Palestina untuk mendapatkan hak-haknya” Joko Widodo

Pernyataan final Indonesia yang menyuarakan dukungan penuh terhadap kemerdekaan Palestina, jika kita acungkan dua jempol sekaligus sepertinya bukanlah suatu yang berlebihan, sebab hal itu disampaikan Presiden Jokowi saat berpidato pada Sidang Umum Peringatan ke-75 tahun Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Ini menujukkan jika Indonesia memiliki sikap yang sangat tegas dan masih komit pada tujuan dibentuknya negara Indonesia yakni untuk melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Diwaktu yang berbeda, Arab Saudi yang komitmennya sempat diragukan banyak pihak terutama pendukung HAM dan Kemerdekaan apalagi ketika Uni Emirat Arab dengan tegas menyatakan akan melakukan langkah normalisasi hubungan dengan Israel, justru memberikan efek kejut yang luar biasa. Di luar dugaan, negara penjaga dua kota Suci umat Islam ini kembali dengan tegas mendukung kemerdekaan Palestina dan menolak adanya upaya normalisasi hubungannya dengan Israel.

Padahal Arab Saudi ketika itu mendapat hasutan Amerika Serikat. Presiden Donald Trump bahkan memperkirakan setelah penandatanganan Kesepakatan Abaraham, Arab Saudi lantas melakukan normaliasai hubungan dengan negara yang mengokupasi wilayah kedaulatan Palestina. Aktivitas normalisasi terhadap Israel yang dilakukan negara-negara arab bukanlah hal yang tabu mengingat Mesir, pada yahun 1979 mulai melakukan hubungan diplomatik dengan negara Zionis Ini. Diikuti oleh Yordania dan Maroko tahun 1994, kemudian Qatar dan Tunisia tahun 1996, dilanjutkan dengan Muritania pada 1999 Uni Emirat Arab di tahun 2020 ini bersama dengan Sudan

Mendukung Kemerdekaan

Upaya mendukung kemerdekaan bagi Palestina juga bukanlah hal yang pertama sekali dilakukan, terutama oleh Indonesia. Sebagai negara pertama bersama Mesir yang mengakui kemerdekaan Indonesia, kemerdekaan Palestina pun menjadi tanggungjawab utama dari Indonesia khususnya berbicara politik luar negerinya.

Kemerdekaan Palestina masih dan akan terus menjadi prioritas politik luar negeri Indonesia. Indonesia yang saat ini menjabat sebagai Dewan Keamanan PBB periode 2019-2020 terus melayangkan isu tersebut sebagai bentuk kosistensi selama ini, yang mana kemerdekaan Palestina mengalami dinamika dan kepastian yang tidak menentu.

Secara tegas, Indonesia mengecam aneksasi Israel terhadap wilayah Palestina di daerah Tepi Barat. Apa yang dilakukan oleh Israel tentu mencoreng wibawa PBB sebagai wadah negara-ngara dunia dengan tidak mengindahkan berbagai resolusi dan Hukum Internasonal yang telah disepakati.

Melihat kenyataan buruk itu memang sudah selayaknya Indonesia melakukan sikap kongkret untuk mempromosikan ketidaklayakan opsi dua negara mengingat munculnya sebuah negara yang berasal dari penyerobotan wilayah kedulatan dengan cara membantai anak-anak dan orang tua adalah bentuk kejahatan luar biasa dan tidak boleh dibiarkan. Kendati ada pengamat yang berfikiran agar Indonesia memahami sisi Israel, ide tersebut cacat akan logika dan sangat memalukan untuk kita dengar.

Perlu kita saksikan banyak dukungan brutal yang dilakukan banyak kelompok seharusnya bisa menginspirasi tindakan Indonesia sebagai negara merdeka dengan tujuan berdirinya negara yaitu melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Penertiban terhadap ganguan-gangguan yang dilakukan oleh Israel adalah kunci terciptanya perdamaian, sebab sejak kemunculan ide Zionis, tindaan Israel ibarat benalu yang hina tumbuh dan berkembang di tubuh ngara-negara teluk yang sangat damai.

Kelompok Fatah dan Hamas barangkali bisa dicontoh banyak negara termasuk Indonesia dalam menentukan sikap yang jelas. Kelompok ini misalnya melakukan upaya kongkret dengan mempertahankan posisi Palestina dari rencana culas Amerika Serikat-Israel.

Termasuk dengan menolak upaya normalisasi hubungan dengan Israel dari beberapa negara Arab. Perjuanagan rakyat Palestina dalam memperjuangkan tanah airnya menjadi beban moral semua negara, karena tidak ada satu negara pun yang rela tanah airnya direbut oleh sitem penjajahan yang sarusnya telah dihapuskan.

Dua Negara Bukan Opsi

Dalam berbagai resolsi, opsi dua negara menjadi solusi yang sempat ditawakan dan dianggap senagai win-win solution dari konflik Palestina ini. Teranyar, Kabinet Arab Saudi selain mendukuung rakyat Palestina juga mendukung segala macam bentuk upaya untuk mencapai solusi yang adil dan konprehensif atas masalah tersebut dan memungkinkan rakyat Palestina mendirikan kembali negaranya namun berdasarkan perbatasan di tahun 1967, denga Yerussalem Timur sebagai Ibukota negara.

Padahal pada sidang PBB, Presiden Recep Tayib Erdogan menyatakan dengan tegas apa yang dilakukan oleh Israel sejak 1948, 1967 hingga 2020 adalah sebuah tindakan yang tidak irasional. Tidak mungkin ada wilayah negara secara perlahan berubah kecuali didalamnya terdapat kejahatan yang luar biasa.

Sebelumnya, Yaman juga menyebutkan jika akan selalu mendukung rakyat Palestina sampai semua hak-hak mereka tercapai dan tidak dapat dicabut. Bahkan dengan tegas negara yang berjulukan sebagai tanah Waliyullah ini bahkan terus bersama pejuang Palestina dalam membela hak-haknya. Uni Eropa sendiri menekankan adanya komitmen yang berkelanjutan mengenai promosi solusi dua negara yang diperjuangakan PBB terkait Konflik Negara Palestina-Zionis Israel.

Sebagai warga dunia seyogiyanya kita menolak kemerdekaan atas mencaplokan wilayah negara yang bedaulat. Sebagaimana kita ketahui bila Israel tidak pernah memiliki wilayah sejengkal pun di belahan dunia manapun terlebih di wilayah Palestina yang saat ini dirampas.

Pemberian opsi dua negara tentu sebuah penghianatan yang besar terhadap fakta sejarah dan memberi persetujuan atas upaya okupasi kejam kepada negara berdaulat. Kedaulatan negara seharusnya menjadi nilai tertinggi PBB dan wajib dijaga oleh semua negara anggota. Kemerdekaan penuh bagi Palestina adalah sesuatu yang mutlak diwujudkan. Selain itu, tentu kita tidak menghendaki dicap sebagai warga dunia yang menyalahi sebuah hak asasi dari manusia yang diberikan Tuhan sejak lahir, dimana dengan nyata terlihat adanya kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran HAM yang berat terjadi di Palestina yang dilakukan oleh orang-orang yang mengklaim sebagai korban pelanggaran HAM.

Seharusnya korban HAM justru diberikan kompensasi, restitusi, rehabilitasi atau jaminan tidak berulangnya pelangara HAM berat tersebut, bukan malah menjadi menjadi pelaku kejahatan kemanusiaan dan pelanggar HAM yang lebih kejam. Oleh karenanya PBB harus memberi sangsi dan hukuman keras pada pelaku dari dua Extra Ordinary Crime terhadap rakyat Palestina. Hal yang dilakukan banyak kelompok dimana memberikan dukungan secara brutal terhadap kemerdekaan Palestina tidak hanya harus menjadi inspirasi Indonesia. Pentingnya negara-negara lain mengikuti langkah kelompok seperti Fatah dan Hamas menjadi nilai wajib demi menciptakan negara tanpa penjajahan.

——— *** ———

Rate this article!
Tags: