Dulu Dicari, Sekarang Topeng Ditinggalkan

Pengrajin topeng muludan, Kartining ditemani cucunya saat memberikan pelatihan membuat topeng muludan kepada puluhan anak-anak di Balai Pemuda, Minggu (13/3) kemarin. [Gegeh Bagus/bhirawa]

Pengrajin topeng muludan, Kartining ditemani cucunya saat memberikan pelatihan membuat topeng muludan kepada puluhan anak-anak di Balai Pemuda, Minggu (13/3) kemarin. [Gegeh Bagus/bhirawa]

Surabaya, Bhirawa
Tradisi masyarakat Kota Surabaya memakai topeng muludan demi memperingati Hari Maulid Nabi Muhammad SAW mulai terkikis. Mereka yang masuk dalam generasi 70-an sampai 90-an masih sempat menikmati tradisi topeng Mauludan ini. Tapi saat ini anak-anak lebih memilih bermain teknologi canggih seperti gadget ketimbang permainan tradisional berupa topeng berbahan dasar kertas daur ulang tersebut .
Selain itu, di pasar-pasar pun para penjual topeng sudah mulai menghilang. Padahal, banyak permainan tradisional unik dan dapat menyatukan anak-anak untuk bermain bersama sehingga tingkat sosial anak-anak akan semakin tinggi.
Pengrajin topeng muludan yang tinggal di Girilaya V No.52, Kartinging (66) mengakui hal tersebut. Ia mengatakan, hanya sedikit pedagang kali lima yang mau menjajakan topeng muludan di kota metropolitan seperti Surabaya. Lantaran tak jarang mereka membawa kembali pulang dagangannya.
Berbeda dengan di pinggiran kota seperti daerah Sidoarjo, Krian ataupun Mojokerto. Terlihat berjejeran pedagang topeng muludan di sekitar pasar atau pinggir jalan. Mereka menjajakan topeng muludan yang dikulak dari Kartining seharga Rp 8.000 per-topeng, kemudian dijual dengan harga Rp 15 ribu hingga 20 ribu.
“Sepuluh tahun yang lalu topeng muludan masih ada di pasar-pasar di Surabaya. Seperti Pasar Tembok, Pasar Krampung, Pasar Keling, Pasar Pucang, Pasar Wonokromo dan pasar-pasar lainnya. Dulu ada pasar muludan, sekarang sudah nggak ada, pada tahunya mall,” kata Kartining kepada Bhirawa disela memberikan workshop kepada anak-anak di Balai Pemuda, Minggu (13/3) kemarin.
Kegigihan Kartining pun patut diapresiasi lantaran masih terus memperjuangkan dengan cara menggelar workshop bagi anak-anak yang ingin belajar membuat topeng muludan. Hal tersebut semakin memperkuat dirinya setelah ditinggal suaminya (alm) Karminto pada 29 Februari 2016 yang sama-sama menggeluti sebagai pembuat topeng muludan.
“Biar anak-anak tahu proses pembuatan topeng muludan. Ini mandat yang diberikan suami saya sebelum meninggal untuk terus mengenalkan topeng muludan kepada anak-anak,” ujarnya yang ditemani cucunya saat memberikan pelatihan.
Sembari mempraktekan cara pembuatan topeng kepada puluhan peserta workshop, Kartining menyelipkan filosofi tentang tradisi topeng muludan di Jawa. Menurut mitos Jawa, topeng kertas berbentuk hewan ini dipakai berkeliling kampung sambil bershalawat dengan maksud tertentu. Tak lain untuk mengusir setan.
Di sisi lain, ada satu hal yang membuat Kartining bangga, sebab topeng buatannya tak hanya dipesan pedagang sekitar Jawa Timur, tetapi juga Tarakan, Papua dan luar pulau Jawa lainnya bahkan sampai ke luar Negeri yakni Australia.
“Dulu orang Australia setiap bulannya pesan 2.000 topeng, tapi sekarang orangnya sudah meninggal,” cerita Kartining yang sudah membuat topeng muludan sejak tahun 1973 ini.
Sejak ditinggal suami, Kartining hanya menggantungkan hidupnya dari hasil jualan topeng muludan. Dengan penghasilan yang tidak menentu inilah, ia tetap memberanikan diri untuk memberikan pelatihan kepada anak-anak. “Sekarang ini sudah ckup hanya untuk makan saja itu sudah Alhamdulillah,” pungkasnya.
Ia berharap, kesenian asli Kota Surabaya agar dipupuk kembali khususnya kepada jiwa muda seperti anak-anak. “Ke depan akan produksi terus agar tidak punah. Di nguri-uri lagi (dilestarikan, red),” tandasnya bersemangat.
Salah satu peserta yang tak mau ketinggal, Dosen Universitas Kristen Petra, Aniendya Cristiana  pun ikut berbaur dalam pelatihan pembuatan topeng muludan. Dosen pengajar sejarah budaya Indonesia ini tertarik lantaran bagian dari budaya asli Surabaya.
“Bulan April besok di kampus ada acara ‘Bulan Seni Budaya’, Ilmu yang di dapat hari ini nanti akan saya aplikasikan,” terangnya. (geh)

Tags: