Dulu untuk Warga Miskin, Sekarang Dinikmati Semua Jamaah

Warga saat antre menunggu pembagian bubur Muhdlor sebelum salat magrib, Rabu (8/6). [khoirul huda]

Warga saat antre menunggu pembagian bubur Muhdlor sebelum salat magrib, Rabu (8/6). [khoirul huda]

Tradisi Bubur Muhdlor di Tuban
Kabupaten Tuban, Bhirawa
Bubur Muhdlor hingga saat ini masih dimasak anggota jamaah Masjid Muhdlor di Jalan Pemuda Kelurahan Kutorejo Kecamatan Tuban. Bubur yang hanya ada pada bulan Ramadan itu menjadi makanan kegendaris karena ada sejak 1937.
Bulan Ramadan adalah bulan penuh barokah. Berkah bagi mereka para muslim yang menunaikan rukun Islam kelima, baik bagi muslim yang sudah berkecukupan secara materi maupun umat muslim yang belum, atau sering kita sebut miskin.
Bagi umat muslim di Bumi Wali Tuban, khususnya di wilayah perkotaan, bulan Ramadan identik dengan bubur yang dibuat oleh sebagian warga keturunan Arab di sana yang sering disebut sebagai bubur Muhdlor.  Bubur yang disajikan dan dibagikan secara cuma-cuma pada masyarakat untuk dibuat takjil atau buka puasa.
Bagi sejumlah warga sekitar dan pengurus Masjid Muhdlor, datangnya bulan Ramadan identik dengan membuat bubur hidangan takjil untuk masyarakat sekitar.
Untuk membuat bubur  dengan rasa khas gulai kambing ini digunakan beragam bahan, di antaranya beras, daging giling, serta rempah-rempah, kelapa dan santan.
“Ini sedang membuat bubur untuk buka puasa, sudah tradisi setiap datangnya Ramadan,” kata Abdur Rahman, seorang pengurus Masjid Muhdlor saat mengaduk bubur, Rabu  (8/6) sore.
Bubur Muhdlor yang hanya bisa ditemukan pada bulan Ramadan membuat warga yang datang ke masjid  harus rela antre untuk mendapatkan bubur. Apalagi cita rasanya yang nikmat.
Dikatakan Abdur Rahman tradisi unik membuat bubur dalam jumlah besar saat Ramadan itu sudah dijalankan takmir Masjid Muhdlor sejak berpuluh tahun lamanya. Tidak heran sesuai tempat pembuatan bubur ini, kemudian diberi nama oleh warga sebagai bubur Muhdlor .
“Tradisi ini sudah sangat lama, ketika saya masih kecil ini sudah ada, dan menurut catatan sejak tahun 1937 bubur ini sudah dibuat,” kata Baagil Bunumay, takmir Masjid Muhdlor.
Awal dibuatnya bubur ini kata dia untuk menyediakan takjil bagi warga miskin dan dhuafa pada masa itu. Lama-lama berkembang menjadi tradisi. Dan saat ini tidak hanya dibuat untuk kaum dhuafa saja namun untuk semua kalangan yang ingin menikmati lezatnya bubur dengan bumbu gulai ala Timur Tengah dengan cuma-cuma. “Dulunya untuk kaum dhuafa, kemudian berkembang sampai saat ini dan menjadi tradisi kami,” terangnya.
Yang menjadi ciri khas lain adalah yang mempersiapkan semua bahan sampai dengan meracik bumbu dan proses memasak seluruhnya kaum pria yang tak lain adalah pengurus masjid.
Setiap hari, masjid membutuhkan sedikitnya 28 hingga 30 kg beras, dan 4 – 6 kg daging kambing giling serta beragam rempah. “Siapa saja boleh minta bubur ini. Menjelang magrib warga bisa antre di sini, tidak membeda-bedakan status sosial, mau anak kecil atau orang dari manapun yang mau makan di sini boleh. Antre mulai pukul lima,” terang Baagil.
Rasa bubur yang tetap dijaga dan tidak pernah berubah membuat warga yang pernah merasakan nikmatnya masakan para takmir masjid tersebut akan rela antre berdesak-desakan. Bahkan jika tidak kebagian, warga akan kembali keesokan harinya lebih awal demi sepiring bubur.  “Kalau sudah bulan puasa, saya selalu ikut antre bubur untuk buka. Rasaya enak dan khas, dan hanya ada pada saat puasa saja,” kata Dion Fajar, pria asal Kabupaten Jombang usai mengantre bubur.  [Khoirul Huda]

Tags: