Edukasi Seks Jangan Dianggap Porno dan Cabul

Husamah, S.Pd., M.Pd.

Kota Malang, Bhirawa.
Angka permohonan dispensasi nikah (diska) di Jawa Timur tahun 2022 berada di angka 15.212 kasus dan 80 persen disebabkan pihak perempuan yang hamil duluan.

Husamah, S.Pd., M.Pd. dosen Prodi Pendidikan Biologi Universitas Muhammadiyah malang (UMM) menuturkan jika fenomena hamil di luar nikah adalah fenomena gunung es yang tak kunjung ditangani serius oleh berbagai pihak.

Menurut dia, Harusnya, hal seperti ini dijadikan pembelajaran agar seluruh pihak mulai berbenah.

“Penting bagi kita untuk menerapkan kurikulum pendidikan seksual di sekolah. Pendidikan seksual harus mulai ada sejak sekolah dasar (SD). Apalagi sekarang anak-anak sudah menggunakan telepon genggam,”ujarnya.

Bahkan lanjutnya tidak jarang, anak-anak SD juga sudah memasuki masa baligh karena faktor makanan dan tontonan.

Menurut dosen yang fokus pada pendidikan karakter dan lingkungan hidup itu, banyak pihak yang memiliki bertanggungjawab yakni sekolah, orang tua, pemerintah dan masyarakat. Edukasi seksual juga harus diberikan dengan cara yang sesuai serta tidak boleh dianggap cabul atau porno.

Menurutnya , pada hakikatnya, lanjutnya edukasi ini merupakan cara memberi pemahaman terkait gender, alat kelamin dan kesehatan reproduksi yang tepat.

“Edukasi seksual bukan hanya seks yang berkaitan dengan berhubungan badan, tetapi bagaimana merawat sistem reproduksi dengan sehat, tepat dan bertanggungjawab,”tambahnya.

Salah satu cara memberi pemahaman seksual ke anak kata dia, ketika anaknya bertanya, respon orang tua tidak boleh marah dan cuek. Karena ditakutkan anak malah bertanya ke sosial media dan berujung ingin coba-coba.

Namun kata dia, banyak orang yang menganggap bahwa pendidikan seks adalah hal yang tabu. Ketika anak bertanya, para orang tua tidak menjawab. Pun dengan sebagian guru yang tidak memberikan penjelasan yang jelas. Hal itu mendorong anak-anak untuk mencari secara mandiri di internet.

Hal ini membuat angka kehamilan di luar nikah meningkat. Sebagian remaja bahkan melakukan aborsi liar yang bisa mengancam nyawa. Mulai dari mencabik janin, meminum jamu yang membuat kontraksi dan lainnya.

“Dalam kasus di Ponorogo, kita tidak boleh menyalahkan satu pihak saja. Semua elemen harus terlibat untuk menanggulangi dan melakukan gerakan preventif. Mulai dari orang tua, sekolah, pengambil kebijakan dan yang terpenting adalah masyarakat. Masyarakat tidak boleh abai ketika melihat disekitar ada indikasi melakukan seks bebas,” pungkasnya. [mut.bb]

Tags: