Efek Cuaca Buruk, Tiga Bulan Tangkapan Ikan Turun 9 Ribu Ton

Tangkapan ikan di Jatim dalam 3 bulan terakhir merosot imbas cuaca buruk dan gelombang tinggi.

Pemprov Jatim, Bhirawa
Kondisi cuaca dan gelombang laut yang tidak bersahabat dalam kurun waktu tiga bulan terakhir berdampak secara langsung terhadap hasil tangkapan ikan di Jatim. Bahkan tak lebih dari tiga bulan, hasil penangkapan ikan di Jatim sudah merosot hingga 9 ribu ton.
Kabag Peternakan, Perikanan dan Kelautan Biro Sumber Daya Alam Setdaprov Jatim Wicaksono Kurniawan menuturkan, hasil tangkapan ikan yang menurun tidak lepas dari faktor cuaca. Karena itu, nelayan termasuk profesi yang tidak menentu dalam hal mendapatkan penghasilan. “Sejauh ini nelayan baru mendapatkan asuransi untuk kecelakaan dan santunan. Tapi belum ada skema untuk mengkaver ketika penghasilan mereka tidak menentu karena cuaca,” tutur pria yang akrab disapa Wawan tersebut, Senin (21/1).
Menurut Wawan, perlu dibicarakan terkait kesejahteraan nelayan khususnya ketika kondisi cuaca tidak menentu dan berimbas pada penghasilan mereka. Apakah dengan koperasi nelayan untuk mengkaver kebutuhan operasional selama berlayar, atau untuk kebutuhan sehari-hari ketika ditinggal berlayar. “Perlu ada semacam kerjasama dengan koperasi nelayan. Sehingga dapat memenuhi kebutuhan mereka baik saat berlayar maupun belanja. Karena biaya operasional untuk belanja juga cukup besar,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Timur Gunawan Saleh mengatakan, gelombang air laut saat ini tinggi dan membahayakan keselamatan para nelayan. “Saat ini gelombang air laut masih dua meter jadi kita masih mengizinkan. Tapi kalau sudah empat meter atau lebih kita akan mengangkat bendera hitam di pelabuhan-pelabuhan. Artinya nelayan sudah tidak boleh melaut,” katanya.
Dijelaskannya untuk pelabuhan yang ada syahbandar perikananannya, mereka tidak akan mengeluarkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) bagi nelayan jika ketinggian gelombang air laut telah mencapai empat meter. “Tapi kalau ada nelayan yang nekat berlayar maka tetap wajib laporan. Jadi kalau ada apa-apa tetap akan dicari,” imbuhnya.
Gunawan mengatakan penurunan tangkapan ikan terus terjadi sejak Oktober, November dan puncaknya pada Desember lalu. Dari data yang dimiliki Dinas Perikanan dan Kelautan Jatim, Oktober 2018 lalu, hasil tangkapan ikan di Jatim masih mencapai 39.210,6 ton, kemudian November turun menjadi 38.888,7 ton dan Desember menurun lagi hingga 30.275,1 ton. “Penurunan ini dimulai sejak Agustus. Contoh untuk Malang, jika pada November tangkapannya bisa mencapai 1.000 ton, sedangkan Desember hanya mampu menghasilkan 450 ton saja,” jelasnya.
Menurutnya penurunan hasil tangkapan ini masih akan terjadi sampai Maret mendatang. Selanjutnya, jika cuaca buruk telah membaik hasil tangkapan nelayan ini akan kembali stabil. Ia menambahkan saat ini gelombang yang paling tinggi adalah wilayah Selatan. “Sebenarnya, kata orang-orang itu kalau cuaca seperti ini ikannya lebih banyak,” katanya.
Karena itu, informasi dari BMKG sangat berharga bagi nelayan. Biasanya nelayan akan melihat pada informasi mingguan dan harian. Kalau ada sela-sela itu cuaca baik dan gelombang turun biasanya nelayan akan melakukan one day fishing. “Jadi mereka hanya sehari dan langsung pulang. Biasanya hasilnya lebih banyak dan yang paling banyak untuk wilayah Selatan tuna dan cakalang,” tambah Gunawan.
Gunawan mengatakan untuk saat ini pihaknya memberikan program kepada nelayan untuk budidaya lele menggunakan bioflok. Bantuan ini diberikan karena banyaknya nelayan yang tidak melaut. “Jadi sebelum kita berikan bantuan tersebut kita beri pengarahan. Dan bulan-bulan ini adalah waktu yang pas. Kalau diberikan pada musim cuaca baik, nelayan biasanya lebih memilih melaut ketimbang budidaya lele,” pungkasnya. [tam]

Tags: