Efektif Tekan Biaya Operasional, Kelas Multigrade Harus Diberlakukan

Terapkan Multigrade SDN 1 Kraksaan terus dilakukan. [wiwit agus pribadi]

Probolinggo, Bhirawa
Dinas Pendidikan (Dispendik) Kabupaten Probolinggo menerapkan kelas multigrade pada 118 SD. Upaya ini dinilai mampu menekan biaya operasional yang harus dikeluarkan pihak sekolah yang belum ideal.
Menurut Sekretaris Dispendik Kabupaten Probolinggo, Edy Karyawan, Senin (25/10), kelas multigrade memang perlu diterapkan untuk efektivitas sistem pembelajaran. Utamanya sekolah yang siswanya masih sedikit. Belum mampu memenuhi kapasitas rombongan belajar yang ada di sekolah.
“Memang perlu ada kelas multigrade. Terutama dalam kondisi yang terbatas, harus ada upaya yang mampu mengefektifkan sistem pembelajaran,” katanya.
Edy menjelaskan, kelas multigrade yang diterapkan Dispendik memiliki beberapa kelebihan. Diantaranya mampu mencegah adanya kekurangan tenaga pendidik. Sebab, setiap tahunnya ada ratusan guru yang memasuki masa pensiun.
Juga bisa mengurangi besaran biaya operasional sekolah. Dalam penerapannya, kelas multigade ini menggabung dua kelas atau lebih dalam satu ruang belajar. Seperti kelas I dan kelas II, Kelas III dan kelas IV, kelas V dan kelas VI. Kasus kekurangan guru ini bukan hanya terjadi di Kabupaten Probolinggo. Daerah-daerah seperti Lumajang, Situbondo, dan Bondowoso, juga menerapkan. Karenanya, penerapan kelas multigrade yang dilakukan pihaknya ini dinilai cocok untuk diterapkan untuk wilayah ini.
“Setiap tahun itu sekitar 200 guru yang pensiun. Kalau tanpa multigrade, kami akan kekurangan guru. Terbukti ini efektif untuk mengatasi kekurangan guru, yang biasanya membutuhkan sembilan guru, dengan multigrade hanya butuh tiga guru. Biaya operasional sekolah juga bisa ditekan,” tandasnya.
Dalam rangka mengatasi kekurangan guru di ratusan SDN yang ada di wilayah Kabupaten Probolinggo, Dinas Pendidikan (Dispendik) Kabupaten Probolinggo membuat inovasi dengan menerapkan kelas rangkap atau multigrade.
“Pembelajaran kelas rangkap atau multigrade dilakukan karena lembaga kekurangan guru. Selain itu, jumlah siswa yang ada di lembaga ini kurang dari 60 siswa,” kata Kepala Dispendik Kabupaten Probolinggo, Fathur Rozi melalui Kepala Bidang Pembinaan SD, Sri Agus Indariyati.
Pembelajaran kelas rangkap ini dilakukan dengan menggabungkan dua kelas menjadi satu kelas. Misalnya siswa kelas I dan II digabung menjadi satu kelas dan diajar oleh satu guru,” tuturnya.
Menurut Sri Agus, penerapan pembelajaran kelas rangkap ini mulai dilakukan pada tahun 2019 melalui pendampingan dari Program Inovasi (Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia) di Kecamatan Sukapura. Sebagai pilot project awal saat itu ada delapan SDN yang menerapkan pembelajaran kelas rangkap.
Tahun 2020 pembelajaran kelas rangkap ini direplikasi pada 91 SDN di seluruh kecamatan di Kabupaten Probolinggo sehingga totalnya menjadi 99 SDN. Kemudian tahun 2021 SDN yang menerapkan kelas rangkap bertambah 17 lembaga sehingga totalnya mencapai 118 lembaga.
Untuk mendukung sistem pembelajaran kelas rangkap ini, jelas Sri Agus, para guru yang ada di harus mendapatkan literasi maupun numerasi, agar tahu bagaimana mengajar di kelas rangkap.
“Dalam pembelajaran kelas rangkap, seorang guru memberikan materi yang sama tetapi cara penyampaiannya yang berbeda. Misalnya materi tentang binatang untuk siswa kelas I dan II dalam kelas rangkap. Untuk kelas I, siswa harus bisa menyebutkan jenis – jenis binatang dan kelas II siswa harus bisa menceritakan cara berkembangbiaknya binatang,” terangnya.
Sri Agus menegaskan, penerapan sistem pembelajaran kelas rangkap ini merupakan solusi untuk mengatasi kekurangan guru karena dua kelas bisa dijadikan satu kelas. [wap]

Tags: