Ekonomi Kerakyatan Wujud Working Ideology Pancasila

Serah terima cindera mata Kepala BPIP Prof Dr Hariyono dan Gubernur Jatim Soekarwo di Acara Seminar Internasional Pancasila di Hotel Sangrilla Surabaya.

Pemprov Jatim, Bhirawa
Pelaksanaan sistem ekonomi kerakyatan merupakan wujud dari working ideology Pancasila. Jika diterapkan, akan terwujud kesejahteran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal itu disampaikan Gubernur Jatim Dr H Soekarwo saat menjadi Keynote Speaker Seminar Internasional Pancasila di Hotel Shangri-La Surabaya, Senin (3/12).
Perwujudan kesejahteraan sosial ini, lanjut Pakde Karwo, sapaan lekatnya, tertuang dalam Pasal 33 dan 34 UUD 1945. Dalam mewujudkan kesejahteraan ini tugas negara ada dua. Pertama harus menjadi Welfare State, dimana negara wajib mewujudkan kesejahteraan sosial di bidang ekonomi. Kedua, Verzorging State atau konsep negara harus hadir mengurus kepentingan rakyatnya melalui kebijakannya. Disinilah negara mengatur, mengendalikan, mendistribusikan dan memfasilitasi.
“Inilah yang dilakukan di Jatim, bila tidak ada policy afirmatif terhadap yang kalah dalam pertarungan, mereka akan habis. Tidak bisa yang besar, menengah dan kecil dibiarkan bertarung atas nama efisiensi, pemerintah harus memberi intervensi. Yang besar difasilitasi, yang menengah diberikan stimulasi dan yang kecil dibantu,” kata Pakde Karwo.
Menurutnya, Pancasila dan globalisasi dapat saling merangkul dan memberi manfaat. Pancasila tidak boleh ekslusif tetapi harus inklusi, yakni merangkul semua. Bila ada kelompok yang tidak setuju harus dibawa satu meja untuk berdiskusi. Termasuk soal ekonomi kerakyatan, dimana negara tidak boleh membiarkan yang kecil kalah dan mati dalam pertarungan.
Lebih lanjut menurutnya, salah satu model ekonomi kerakyatan yang diterapkan di Jatim yakni melalui konsep Jatimnomics. Model ini mengedepankan tiga aspek utama. Pertama, produksinya fokus meningkatkan SDM untuk menjamin keberlanjutan penghidupan yang layak. Kedua, strategi pembiayaan, serta ketiga adalah aspek pemasaran dimana pasar didesain untuk memperkuat pasar domestik sehingga tercipta kemandirian ekonomi.
“Jatimnomics ini didukung pondasi harmonisasi kultur dan religi, sinergitas tiga pilar dan regulasi. Konsep ini dilakukan agar ekonomi Jatim tumbuh inklusif dan berkeadilan.,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Prof. Dr. Hariyono, M.Pd mengutip pernyataan Bung Karno tentang eksistensi Pancasila tidak hanya relevan dalam menyatukan kebhinekaan bangsa. Namun, pancasila menjadi bintang penuntun atau yang disebut dengan “Leitstar Dinamis” dalam mengarungi kehidupan masa depan Indonesia.
Menurutnya, Pancasila digali dan dirumuskan Bung Karno pada masa dan suasana kolonial. Namun, Pancasila memberikan landasan sekaligus orientasi energi positif kehidupan berbangsa dan bernegara yang tidak diwarnai oleh dendam, kemarahan serta kebencian. Pancasila berbasis pada “power with” kekuasaan bersama untuk saling kerjasama, membantu dan tumbuh bersama menggapai kebahagiaan. Dan bukan “power over” atau kekuasaan yang eksploitatif dan manipulatif terhadap pihak lain.
Perjuangan mengaktualisasi Pancasila untuk ikut membangun dan merawat Tamansari Peradaban Dunia ini, lanjutnya, dilakukan Bangsa Indonesia melalui politik luar negeri bebas aktif. Dimana, Bangsa Indonesia berusaha ikut menghapus penjajahan dunia. Salah satunya saat pelaksanaan Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung pada tahun 1955, bangsa-bangsa di Asia dan Afrika sepakat menghormati hak dasar manusia serta berkomitmen membantu bangsa-bangsa yang masih terjajah.
“Melalui KAA, Pancasila dikenalkan dan diaktualisasi untuk secara aktif ikut menciptakan ketertiban dunia,” katanya.
Untuk itu, Pancasila sebagai taman sari peradaban dunia menegaskan bahwa Pancasila sebagai ideologi alternatif menjadi solusi dalam mengatasi situasi global seperti saat ini. “Mari kita melihat kepentingan bangsa dan dunia adalah kepentingan kita bersama. Sehingga taman sari bisa dibangun dari pemikiran, kerja keras dan usaha kita agar bisa saling kerjasama, kolaborasi atau yang biasa disebut dengan gotong royong untuk menyelesaikan berbagai permasalahan,” pungkasnya.
Seminar yang diselenggarakan selama dua hari yakni 3-4 Desember ini diisi dengan berbagai diskusi panel. Diantaranya Diskusi Panel I yang menghadirkan tiga narasumber yakni Dr. Ignas Kleden, Dr. Daniel Dhakidae dan Dr. Matti Schindehuette dari Jerman. Turut hadir Dewan Pengarah BPIP, Konsul Kehormatan di Surabaya, Akademisi dari Perguruan Tinggi, serta Kepala OPD di lingkungan Pemprov Jatim. [tam]

Tags: